Kamis, 28 Desember 2017

Minuman Probiotik



MINUMAN PROBIOTIK
1.1.Pengertian Probiotik
Probiotik adalah suatu preparat yang terdiri dari mikroba hidup, yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia secara oral dengan harapan mampu memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan manusia melalui perbaikan sifat-sifat yang dimiliki oleh mikroba alami yang tinggal di dalam tubuh manusia. Mikroba alami yang terdapat dalam saluran pencernaan mempunyai peran yang sangat penting bagi kesehatan dan kebugaran tubuh seseorang. Berdasarkan hal tersebut maka teknik probiotik diterapkan untuk meningkatkan kesehatan saluran pencernaan serta sistem imunitas tubuh (Winarno 1997).  
Salminen et al (2004) mendefinisikan probiotik sebagai sediaan sel mikroba hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan dan kehidupan inangnya. Kriteria yang harus dimiliki oleh suatu probiotik adalah bersifat nonpatogenik dan mewakili mikrobiota normal usus dari inang tertentu, serta masih aktif pada kondisi asam lambung dan konsentrasi garam empedu yang tinggi dalam usus halus. Selain itu, mampu tumbuh dan melakukan metabolisme dengan cepat serta terdapat dalam jumlah yang tinggi dalam usus, dapat mengkolonisasi beberapa bagian dari saluran usus untuk sementara, dapat memproduksi asam-asam organik secara efisien, memiliki sifat antimikroba terhadap bakteri merugikan, mudah diproduksi, mampu tumbuh dalam sistem produksi sekala besar, dan hidup selama kondisi penyimpanan. 
Pada umumnya bakteri yang dapat berfungsi sebagai probiotik tergolong dalam bakteri asam laktat yang mampu melewati lambung dan dapat bertahan pada saluran pencernaan. Bakteri asam laktat yang dapat digunakan sebagai probiotik adalah Saccharomyces boulardii, Lactobacillus acidophilus, L. plantarum, Lactobacillus GG, L. casei, L. brevis, L. delbrueckii, Streptococcus salivarius, Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium infants, Enterococcus faecium, dan Loctococcus lactis.  Menurut Nirmala (2006) bakteri yang memiliki sifat probiotik diantaranya adalah golongan Bifidobacterium (B. Bifidum, B. breve, B. longum, B. Infants, dan B. Adolescents) dan golongan Lactobacillus (L. casei, L. acidophilus, L. Johnsonii, dan L. reuteri). Jenie (2007) menyatakan bahwa Bifidobacterium animalis adalah salah satu golongan Bifidobacterium yang memiliki efek menguntungkan bagi kesehatan usus.


1.2.Manfaat Probiotik 
Di saluran usus manusia terdapat lebih dari 100 trilyun bakteri yang terdiri dari sekitar 100 spesies. Bakteri-bakteri tersebut bersama dengan mikroba lain secara kolektif membentuk kelompok masyarakat mikroba di dalam tubuh manusia yang disebut mikoflora usus atau kadang-kadang secara singkat hanya disebut sebagai flora usus. Terdapat dua kelompok bakteri dalam flora usus, yaitu yang membantu kesehatan dan yang bersifat pathogen (Winarno 2003). Bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh artinya dapat melakukan peranan yang sangat berguna dalam aspek gizi, serta pencegahan penyakit. Mereka mampu memproduksi zat-zat gizi essensial seperti vitamin dan asam organik, yang kemudian diserap dari usus dan dimanfaatkan oleh epitelium dinding usus dan organ vital tubuh lain seperti hati. Asam organik yang diproduksi memiliki kemampuan menekan pertumbuhan kuman patogen dalam usus dengan cara menurunkan pH usus. Sedangkan bakteri patogen adalah bakteri yang mampu menghasilkan racun, seperti hasil metabolisme dan senyawa yang bersifat karsinogenik. Bila bakteri patogen tersebut lebih mendominasi kehidupan bakteri yang bermanfaat maka zat gizi essensial tidak lagi dapat diproduksi dan sebaliknya jumlah senyawa yang membahayakan semakin meningkat sehingga dapat menjadi faktor penunjang terhadap berlangsungnya proses penuaan, menstimulir timbulnya penyakit kanker, penyakit hati dan ginjal, hipertensi, aterosklerosis, dan menurunnya imunitas tubuh (Winarno 1997).  
Mikroba yang menguntungkan bagi kesehatan dengan cara memperbaiki keseimbangan flora usus jika dikonsumsi dalam jumlah yang memadai disebut probiotik. Bakteri yang digunakan sebagai probiotik sebagian besar merupakan bakteri asam laktat, tetapi kini mulai pula digunakan Bacillus spp, khamir (Saccharomyces spp), dan Aspergillus spp (Winarno 2003). Antoine (2007) menyatakan bahwa probiotik memiliki banyak fungsi di dalam usus yaitu membantu fermentasi dalam usus besar, detoksifikasi, mempersingkat waktu transit, metabolisme kolesterol, sistem pertahanan, respon imun, mencegah laktosa intoleran, keseimbangan epitel, dan membantu metabolisme sel. Sedangkan Varavithya (2007) mengungkapkan bahwa bakteri baik yang terkandung dalam probiotik  dapat  mencegah Irregular bowel movement, mencegah konstipasi, mencegah infeksi serta mencegah dan mengatasi penyakit alergi. Disamping itu, probiotik juga memiliki berbagai fungsi yang lain, yaitu:
1.      Menghambat proses penuaan
Pada orangtua (lansia) jumlah Bifidobacteria mengalami penurunan drastis atau bahkan menjadi musnah. Clostridia termasuk C. perferinges secara bermakna meningkat jumlahnya dan Lactobacilli, Streptococci, serta Enterobactericiae juga meningkat. Fenomena tersebut merupakan akibat dari suatu proses penuaan yang sedang terjadi. Kenyataan tersebut menunjukan bahwa manfaat mempertahankan kehadiran bakteri Bifidobacteria di dalam usus besar untuk menghambat proses penuaan (Winarno 1997).
2.      Meningkatkan pertumbuhan dan daya cerna
Winarno (1997) menyatakan bahwa keberadaan Bifidobacteria longun dalam usus erat kaitannya dengan meningkatnya jangka hidup pada tikus percobaan. Sebagian besar spesies Bifidobacteria mampu memetabolisir seyawa polisakarida dan oligosakarida yang tidak dapat dicerna sehingga menjadi asam asetat dan asam laktat dimana E. coli dan C. perferingens tidak mampu melakukannya. Sedangkan Nakazawa dan Hosono (1992) menyatakan bahwa tikus yang diberi yoghurt menunjukan pertambahan berat badan dan ini semua berhubungan dengan daya cerna/absorpsi yang baik.
3.      Mempercepat waktu transit (Mencegah Konstipasi)  
Probiotik dapat aktif sampai usus dimana di dalam usus bakteri-bakteri tersebut memproduksi asam organik dan menurunkan pH sehingga dapat mempercepat waktu transit di usus (Jenie 2007).
4.      Mengatasi Laktose Intolerance
Laktose intolerance merupakan gejala malabsorpsi laktosa yang banyak dialami oleh penduduk di beberapa negara Asia dan Afrika. Faktor utama penyebabnya adalah terbatasnya enzim laktase tubuh sehingga tidak mampu mencerna dan menyerap laktosa dengan sempurna. Hal tersebut mengakibatkan mual, diare, atau gejala sakit perut setelah mengkonsumsi susu. Penelitian membuktikan bahwa susu dapat dikonsumsi oleh penderita Lactose intolerance apabila di dalamnya ditambahkan kultur starter. Menurut Jenie (2007), probiotik dapat mengatasi lactose intolerance karena bakteri asam laktat di dalamnya dapat menguraikan laktosa susu menjadi monosakarida, yaitu  glukosa dan galaktosa. Kedua monosakarida tersebut mudah dicerna atau diserap oleh tubuh. 
5.      Memberi pengaruh pada jalur gastrointestinal
Pengaruh yang diberikan antara lain menurunkan bakteri yang merugikan pada usus dan menekan aktivitas metaboliknya. Selain itu, bakteri asam laktat juga memberi efek menurunkan bakteri yang merugikan serta dapat meningkatkan total motilitas pada usus.
6.      Menormalkan pergerakan usus
Bakteri asam laktat berperan dalam pergerakan usus karena kegiatannya pada jalur gastrointestinal. Padatan yang terdapat pada fase normal adalah 10-30%. Bila jumlah padatan pada feses melebihi 30% maka seseorang dapat dikatakan mengalami konstipasi, sedangkan bila dibawah 10% maka dikatakan sebagai diare (Hartanti 2007). Nakazawa dan Hosono (1992) menunjukan bahwa konsumsi yoghurt dapat meningkatkan Bifidobacterium spp. pada usus dan menormalkan pergerakan usus.
7.      Mencegah Diare  
L. casei, L. acidophilus, dan L. Bulgaricus memproduksi agen antimikoba seperti acidophilin dan bulgarican yang menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam usus (Jenie 2007).
8.      Menigkatkan sistem imunitas  
Bakteri asam laktat dapat meningkatkan β-limfosit yang membantu menghancurkan benda asing, meningkatkan IgA, IgB, dan IgM yang berperan sebagai antibodi, dan menigkatkan sel interferon yang dapat membantu sel darah putih melawan penyakit.
9.      Menurunkan kolesterol darah  
Bakteri asam laktat dapat mengatur pelepasan kolesterol dari hati menuju darah (Nakazawa dan Hosono 1992). Kusumawati (2002) juga menyatakan bahwa isolate bakteri asam laktat dapat mereduksi kolesterol serum darah dan dapat mempertahankan keseimbangan mikroflora usus.
10.  Mencegah kanker  
Winarno (1997) menyatakan bahwa bakteri asam laktat dapat membuat senyawa racun menjadi tidak aktif. Senyawa racun tersebut merupakan zat karsinogenik yang dihasilkan dari metabolisme triptofan, fenol, amine, dan senyawa nitroso yang diproduksi bakteri usus. Selain itu, senyawa racun dihasilkan dari pencernaan lemak dalam jumlah yang besar yang akan menstimulasi sekresi empedu sehingga asam empedu dan kolesterol meningkat. Peningkatan senyawa tersebut dirubah oleh bakteri usus ke dalam asam empedu sekunder, derivatif, aromatik polisiklik hidrokarbon, astrogen, dan epoxida yang ada hubungannya dengan proses karsinogenik.
11.  Mencegah infeksi urogenital  
Berdasarkan penelitian terhadap wanita yang mengalami infeksi vagina, kemudian mengkonsumsi yoghurt secara teratur yang mengandung L. acidophilus maka kejadian infeksi mengalami penurunan dibandingkan dengan wanita yang tidak mengkonsumsi yoghurt (Jenie 2007).
12.  Mengobati TBC  
Penderita TBC umumnya mengalami defisiensi gizi meskipun tidak semuanya. Jika tidak terjadi defisiensi gizi, penderita cukup diberikan suplemen peningkat sistem kekebalan tubuh. Sedangkan jika mengalami defisiensi gizi yang ditandai dengan kadar albumin rendah maka diperlukan suplemen dan multivitamin. Selain vitamin A, penderita TBC dengan defisiensi gizi membutuhkan tambahan mineral seng serta zat besi (Fe).  Penderita TBC umumnya mengkonsumsi obat dalam jangka waktu lama sehingga memerlukan vitamin K. Hal tersebut dikarenakan flora usus penderita rusak akibat pemaikaian antibiotik jangka panjang sehingga produksi vitamin K secara alami juga megalami gangguan. Sedangkan untuk mengembalikan keseimbangan bakteri dalam ususnya diperlukan tambahan prebiotik dan probiotik (Nirmala 2006).
1.3.Perbedaan Probiotik dengan Prebiotik
Probiotik adalah mikroorganisme hidup “baik” yang secara alamiah terdapat di dalam sistem pencernaan, (disebut juga dengan flora normal,) atau mikroorganisme baik yang sengaja dikembangbiakkan sebagai suplemen makanan/minuman yang apabila dikonsumsi dalam jumlah seimbang akan memberikan dampak positif bagi kesehatan.
Prebiotik adalah makanan yang tidak dapat dicerna usus, berfungsi sebagai suplemen untuk pertumbuhan dan perkembangan  mikroorganisme baik dalam sistem pencernaan. Sumber alami Prebiotik berasal dari produk susu yang mengandung  FOS (Frukto Oligosakarida) dan GOS (Galakto Oligosakarida). Selain itu Prebiotik jenis Inulin (serat karbohidrat oligosakarida), juga terdapat dalam buah-buahan, kacang polong-polongan, biji utuh sereal misalnya gandum, sayur-sayuran misalnya asparagus, brokoli, dan bumbu-bumbu masak misalnya bawang putih, bawang merah, dan bawang prei.
1.4. jenis-jenis minuman probiotik 
Minuman probiotik adalah minuman yang mengandung probiotik didalamnya. Adapun jenis jenis minuman probiotik adalah sebagai berikut:
1.      Yogurt
Yoghurt adalah produk yang dibuat dari susu melalui proses fermentasi bakteri asam laktat, Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus (Collins, dkk, 1992). Yoghurt sangat baik untuk kesehatan, terutama untuk menjaga keasaman lambung dan dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen di usus. Selain itu, yoghurt juga mengandung protein dengan kadar yang tinggi, bahkan lebih tinggi daripada protein susu. Hal ini disebabkan penambahan protein dari sintesa mikroba dan kandungan protein dari mikroba tersebut (Winarno, 2003).

Mengurangi Kandungan Logam Berat dalam Kerang Hijau (Perna viridis) dengan Buah Tomat (Lycopersicum esculentum)

Perairan di sekitar pantai dan muara merupakan ekosistem yang erat hubungannya dengan kondisi fisikkimia daratan. Aliran air dari darat melalui sungai ke laut selain membawa bahan-bahan yang berguna bagi kehidupan organisme laut, juga membawa serta bahan-bahan lain yang bersifat toksik. Teknologi yang semakin berkembang pada semua aspek kehidupan manusia mengakibatkan semakin berkembangnya buangan baik padat, cair maupun gas yang masuk ke lingkungan perairan. Logam berat merupakan salah satu substansi anorganik yang umumnya terbawa aliran sungai ke laut.
Biota laut yang hidup di perairan tersebut lambat laun akan mengakumulasi logam berat yang ada ke dalam tubuhnya. Salah satu hewan yang pasti tercemar limbah adalah kerang hijau. Sehingga kerang hijau dapat disebut sebagai bioindikator lingkungan. Jika pada suatu perairan ditemukan banyak kerang hijau, maka dapat dikatakan bahwa perairan tersebut telah tercemar oleh logam berat.
Kerang hijau itu apa sih?
Kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu jenis kerang yang digemari masyarakat. Kerang hijau ini biasa terdapat di perairan estuari, teluk dan daerah mangrove dengan substrat pasir lumpuran serta salinitas yang tidak terlalu tinggi. Pada umumnya mereka hidup menempel dan bergerombol pada dasar substrat yang keras seperti batu karang, kayu, bambu atau lumpur keras dengan bantuan bysus. Kerang hijau tergolong dalam organisme/hewan sesil yang hidup bergantung pada ketersediaan zooplanktonfitoplankton dan material yang kaya akan kandungan organik. Dilihat dari cara makan, maka kerang hijau termasuk dalam kelompok suspension feeder, artinya untuk mendapatkan makanan, yaitu fitoplankton, detritus, diatom dan bahan organik lainnya yang tersuspensi dalam air adalah dengan cara menyaring air tersebut.
Menurut Adedokun (2008), kerang hijau (Perna viridis ) merupakan binatang lunak yang termasuk dalam kelas bivalvia atau pelecypoda  yang memiliki ciri-ciri yaitu bentuk kaki merupakan pelebaran dari bagian tubuh yang berbentuk pipih lateral seperti kapak kecil, memiliki dua cangkang yang tipis dan simetris yang dapat dibuka tutup, memiliki persendian yang halus, dan otot aduktor pada bagian anterior. Pada kerang hijau yang dewasa, memiliki byssus yang kuat untuk menempel. Kerang hijau dapat mencapai panjang maksimum 16,5 cm, tetapi umumnya berukuran 8 cm. Klasifikasi Perna viridis menurut Adedokun (2008) adalah sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Filum               : Moluska
Kelas               : Bivalvia
Ordo                : Anisomyria
Famili              : Mytilidae 
Genus              : Perna
Spesies            : Perna viridis
Kerang hijau memiliki nilai ekonomis dan kandungan gizi yang sangat baik untuk dikonsumsi, yaitu terdiri dari 40,8 % air, 2l,9 % protein, 14,5 % lemak, 18,5 % karbohidrat dan 4,3 % abu sehingga menjadikan kerang hijau sebanding dengan daging sapi, telur maupun daging ayam, dari 100 gram daging kerang hijau ini mengandung 100 kalori. Karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, maka banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsinya dengan jumlah yang banyak. Namun, banyak dari masyarakat yang belum memahami bahaya dari kandungan logam berat yang ada pada kerang hijau.
Kenapa menggunakan buah tomat?
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengurangi kandungan logam berat pada kerang hijau. Namun, yang akan dibahas pada artikel ini adalah pengurangan kandungan logam hijau berat pada kerang hijau dengan menggunakan buah tomat.
Tanaman tomat memiliki habitus berupa herba yang hidup tegak atau bersandar pada tanaman lain, berbau kuat, tinggi 30-90 cm. Batang berbentuk bulat, kasar, memiliki trikhoma, rapuh, dan sedikit memiliki percabangan. Daun majemuk menyirip gasal berselang-seling dan memiliki trikhoma pada helaian dan tangkai daunnya. Bunga pada tanaman tomat berkelamin dua (hermaprodit), kelopaknya berjumlah 5 buah dengan warna hijau dan memiliki trikhoma, sedangkan mahkotanya yang berjumlah 5 buah berwarna kuning. Alat kelaminnya terdiri atas benang sari dan putik. Buah tomat merupakan buah tunggal dan merupakan buah buni dengan daging buah lunak agak keras, berwarna merah apabila sudah matang, mengandung banyak air dengan kulit buah yang sangat tipis.
Klasifikasi Tomat (Lycopersicon esculentum) Menurut Simpson (2010) adalah sebagai berikut :
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Solanales
Famili              : Solanaceae
Genus              : Lycopersicon
Spesies            : Lycopersicon esculentum
Tomat banyak mengandung likopen yang merupakan kelompok karotenoid seperti beta-karoten yang bertanggung jawab terhadap warna merah pada tomat. Di dalam tubuh, likopen dapat melindungi dari penyakit seperti kanker prostat serta beberapa jenis kanker lain serta penyakit jantung koroner. Kemampuan likopen dalam meredam oksigen tunggal dua kali lebih baik daripada beta karoten dan sepuluh kali lebih baik daripada alfa-tokoferol (Sunarmani, 2008).
Beberapa penelitian telah menunjukkan manfaat likopen bagi kesehatan. Pada kesehatan wanita, likopen bermanfaat dalam penyembuhan kanker payudara serta osteoporosis. Peng dkk. (1998) menyebutkan bahwa penelitian-penelitian terbaru mengindikasikan wanita yang memiliki kandungan likopen rendah lebih rentan terkena kanker serviks dan kanker ovarium dibandingkan yang memiliki kandungan likopen tinggi. Berbagai karotenoid, termasuk likopen, telah diteliti untuk melihat hubungannya dengan kanker serviks. Hanya likopen yang menunjukkan adanya efek protektif (Sunarmani, 2008).
Selain karena kandungan gizinya yang telah disebutkan di atas, alasan penggunaan tomat adalah karena tomat merupakan jenis sayuran yang sering digunakan saat memasak sehingga tidak akan tidak memengaruhi rasa tomat itu sendiri.
Bagaimana hasilnya?
Di sini tidak dibahas secara rinci bagaimana metode penelitian yang digunakannya. Untuk hasilnya sendiri akan dibahas secara umum saja.
Kerang hijau yang diuji organoleptik dan hedonik dalam penelitian tahap I yaitu kerang hijau dengan perlakuan perendaman menggunakan larutan tomat konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%. Hasil yang diperoleh dari uji organoleptik dan uji hedonikkerang hijaudapat dilihat pada Tabel 2. dan Tabel 3. Berdasarkan uji kadar timbal, uji organolepik dan uji hedonik yang dilakukan didapatkan konsentrasi terbaik yaitu 100% karena pada konsentrasi tersebut paling besar nilainya penurunankadar timbal padadaging kerang hijau, sedangkan dari hasil uji organoleptik dan uji hedonik menunjukan bahwa daging kerang hijau dengan perendaman 100% larutan tomat masih dapat diterima oleh panelis.
Hasil uji organoleptik daging kerang hijau yang direndam menggunakan larutan tomat menunjukan bahwa semakin lama waktu perendaman tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kenampakan, bau, dan tekstur daging kerang hijau namun berpengaruh terhadap rasa. Perendaman 90 menit menghasilkan produk daging kerang hijau yang masih layak konsumsi.
Kenampakan daging daging kerang hijau setelah perendaman dengan lama waktu yang berbeda masih memiliki kenampakan utuh, semakin lama perendaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kenampakan.
Bau daging daging kerang hijau setelah perendaman dengan lama waktu yang berbeda masih tetap segar, semakin lama perendaman bau daging kerang hijau tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bau daging kerang hijau.
Rasa daging daging kerang hijau setelah perendaman dengan lama waktu berbeda terhadap kontrol berbeda nyata karena rasanya berubah menjadi asam, akan tetapi rasa setelah dilakukan perendaman dengan lama waktu berbeda tidak berbeda nyata.
Perbedaan lama perendaman daging kerang hijau dengan larutan buah tomat konsentrasi 100% menyebabkan perubahan kadar timbal yang sangat nyata. Persentase dari kadar timbal dalam daging kerang hijau pada perlakuan perendaman dengan lama waktu 30 menit, 60 menit, dan 90 menit yaitu mengalami penurunan sebesar 32,98%, 39,17% dan 59,79%. Hasil penurunan kadar timbal tersebut menunjukan bahwa semakin lama waktu perendaman dengan larutan tomat maka semakin besar kadar timbal yang dapat dikurangi.
Asam sitrat dalam buah tomat memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar timbal pada daging kerang sehingga larutan tomat dapat dimanfaatkan untuk menurunkan kadar logam berat. Proses pengikatan ion logam dengan gugus pengikat logam berawal dari tiga gugus karboksil (COOH) yang dapat melepaskan proton di dalam larutan. Jika hal demikian terjadi, ion yang dihasilkan adalah berupa ion sitrat. Asam sitrat sangat baik digunakan dalam larutan penyangga untuk mengendalikan pH suatu larutan. Ion sitrat dapat bereaksi dengan ion-ion logam sehingga membentuk garam sitrat.
Masih adakah masalah yang belum terpecahkan?
Larutan tomat yang telah digunakan untuk perendaman kerang sudah terkontaminasi logam berat, karena logam dari kerang hijau berpindah pada larutan tomat. Larutan tomat setelah digunakan untuk merendam daging kerang kerang hijau dalam berbagai lama waktu perendaman menunjukan bahwa kadar timbal dalam larutan semakin bertambah seiring dengan semakin lama waktu perendaman daging kerang hijau. Larutan tomat dengan perlakuan perendaman daging kerang hijau selama 90 menit memiliki kandungan timbal paling besar. Penurunan kandungan logam timbal juga disebabkan larutan asam dapat merusak ikatan kompleks logam protein. Selain itu, logam timbal merupakan jenis logam yang dapat larut dalam lemak. Dalam perendaman dengan larutan asam, lemak akan membentuk emulsi yang halus dan larut di dalam larutan asam sehingga dengan melarutnya lemak juga akan melarutkan logam timbal.  Hal inilah yang menjadi awal harus dilakukan penelitian lebih jauh untuk penanganan limbah larutan tomat ini agar tidak menjadi sumber masalah yang baru.
Kesimpulan
Larutan buah tomat dengan konsentrasi 100% sangat ampuh digunakan untuk mengurangi kadar logam berat pada kerang hijau. Perendaman yang lama akan memberikan hasil yang cukup baik. Namun, perendaman terlalu lama akan membuat daging kerang hijau menjadi lebih asam. Penggunaan larutan tomat tidak merubah rasa dan tekstur dari daging kerang hijau, sehingga kerang hijau tetap enak untuk dikonsumsi.

Referensi
Adedokun OA, Adeyemo OK, Adeleye E, Yusuf RK. 2008. Seasonal Limnological Variation and Nutrient Load of the River System in Ibadan Metropolis, Nigeria. European Journal, olScientUk Research 23( I):  98-108.
Simpson, M. G.2010.Plant Systematics, Elsevier, Burlington.USA. Inc. Publishers, Sunderland, Massachusetts, U. S. A.
Sunarmani, Kun Tanti, D.2008. Parameter Likopen Dalam Standardisasi Konsentrat Buah Tomat. Prosiding PPI Standardisasi:Jakarta.





KITOSAN, KITIN DAN KOLAGEN

Hai reader tau gak sih kalian apa itu kitosan, kitin dan kolagen?
Kitin adalah polisakarida struktural yang digunakan untuk menyusun eksoskleton dari artropoda (serangga, laba-laba, krustase, dan hewan-hewan lain sejenis). Kitin tergolong homopolisakarida linear yang tersusun atas residu N-asetilglukosamin pada rantai beta dan memiliki monomer berupa molekul glukosa dengan cabang yang mengandung nitrogen. Kitin murni mirip dengan kulit, namun akan mengeras ketika dilapisi dengan garam kalsium karbonat. Kitin membentuk serat mirip selulosa yang tidak dapat dicerna oleh vertebrata.
Kitosan adalah suatu polisakarida berbentuk linier yang terdiri dari monomer N-asetilglukosamin (GlcNAc) dan D-glukosamin (GlcN). Bentukan derivatif deasetilasi dari polimer ini adalah kitin. Kitin adalah jenis polisakarida terbanyak ke dua di bumi setelah selulosa dan dapat ditemukan pada eksoskeleton invertebrata dan beberapa fungi pada dinding selnya. Kitosan memiliki bentuk yang unik dan memiliki manfaat yang banyak bagi pangan, agrikultur, dan medis. Namun, untuk melarutkan kitosan ini cukup sulit karena kitosan dapat larut apabila dilarutkan pada asam dan viskositas yang tinggi.
Nah readers diatas sudah dijelaskan bahwa kitin itu apa dan kitosan untuk apa. Selanjutnya kitin sama kitosan itu buat apa sih readers? Emang penting ya? Berguna gak sih?. Jawabanya ternyata kitin sama kitosan itu bisa sebagai bahan adsorben limbah logam berat dan zat warna readers. Bisa juga sebagai pengawet, anti jamur, kosmetik, farmasi, anti kanker dan banyak lagi. Wah banyak juga yah kegunaanya readers.
Kolagen itu merupakan komponen yang paling penting untuk menjaga elastisitas kulit loh guys. Dan ternyata kalo dalam tubuh kita kekurangan kolagen bakal berdampak juga pada visual kita nih guys. Contohnya itu rambut dikepala mudah rontok, kulit menjadi kering hhingga rapuhnya pada kuku. Serem juga ya readers (lebay)
Nah readers pasti pada tanya tanya kan kenapa sih kita bisa kekurangan kolagen gitu? Jawabannya adalah ternyata kolagen dalam tubuh dapat berkurang yang disebabkan oleh beberapa faktor nihh, contohnya kayak merokok, minum alkohol, hingga kelebihan asupan gula nih readers.
Dan tau gak sih ? Ternyata kolagen juga memiliki fakta yang menarik nih readers, diantaranya :
1.       Kolagen sebagai elastisitas kulit tubuh, udah jelas dong ya tadi sudah dijelaskan bahwa kolagen merupakkan komponen yang paling penting menjaga elastisitas kulit kita.
2.       Kolagen hadir dalam berbagai krim perawatan kulit, nahloh pasti sering denger kan ya yang ada di iklan itu loh readers kayak produk Po*ds gitu, jadi buat kalian laki-laki atau perempuan itu pastinya harus merawat dan menjaga kulit kalian ya. Salah satunya dengan menggunakan krim atau peklembab juga.
3.       Buah-buahan dengan jumlah vitamin C dan vitamin A yang tinggi dapat meningkatkan produksi kolagen dalam tubuh. Nah readers salah satu yang paling murah mungkin ini yah karena buah buahan yang mengandung vitamin keduanya itu banyak sekali, mulai dari jeruk, jambu, sayuran wortel dan masih  banyak lagi.
4.       Kolagen dapat membantu untuk melancarkan proses regenerasi sel kulit yang rusak.

Mungkin masih banyak ya readers fakta-fakta tentang kolagen ini dan masih bisa kalian cari pada tulisan-tulisan lainnya. So buat readers yang mau kulitnya sehat jangan lupa untuk dijaga ya, karena kalo bukan kita siapa lagi (kok jadi iklan....hehe)

BIOLEACHING



BIOTEKNOLOGI LINGKUNGAN
“BIOLEACHING”
1.        Definisi Bioleaching
Bioleaching merupakan suatu proses untuk melepaskan (remove) atau mengekstraksi logam dari mineral atau sedimen dengan bantuan organisme hidup atau untuk mengubah mineral sulfida sukar larut menjadi bentuk yang larut dalam air dengan memanfaatkan mikroorganisme. Sementara Talvivaara Mining Company (2010), mengungkapkan bahwa bioleaching merupakan suatu proses ekstraksi logam yang dilakukan dengan bantuan bakteri yang mampu mengubah senyawa logam yang tidak dapat larut menjadi senyawa logam sulfat yang dapat larut dalam air melalui reaksi biokimia. Bioleaching logam berat dapat melalui oksidasi dan reduksi logam oleb mikroba, pengendapan ion-ion logam pada permukaan sel mikroba dengan menggunakan enzim, serta menggunakan biomassa mikroba untuk menyerap ion logam. Bioleaching mempakan teknologi alternatif yang dapat dikembangkan sebagai salah satu teknologi untuk memperoleh (recovery) logam di masa mendatang.
Biooksidasi bijih sulfida untuk pemulihan tembaga telah dipraktekkan selama berabad-abad di Spanyol, Swedia, Jerman, China dan di tempat lain melalui teknik penambangan polusi (Ehrlich, 1999). Aplikasi komersial terdokumentasi awal tentang proses biohidrometalurgi dalam industri pertambangan adalah untuk ekstraksi tembaga dari limbah tambang (Zimmerley et al., 1958). Oksidasi oksidatif  Thamobacillus acidophilic diakui sebagai alat untuk menjaga besi dalam bentuk feritik teroksidasi untuk dijadikan oksidan mineral tembaga sulfida untuk melarutkan tembaga. Bahan run-of-mine dari tembaga kelas rendah, yang ditumpuk di tempat pembuangan sampah sampai kedalaman di atas 100 m tingginya dilepaskan menggunakan larutan besi feritik asam untuk pemulihan ekonomi tembaga di Tambang Kennecott Bingham di dekat Salt Lake City, Utah. Meskipun peran bakteri pengoksidasi besi diakui, tempat pembuangan tambang, sebagai reaktor, tidak dirancang untuk mempromosikan aktivitas bakteri (Olson et al., 2003).
Metode bioleaching merupakan salah satu teknologi alternatif untuk menanggulangi permasalahan ini. Bioleaching adalah suatu proses pelarutan/pelepasan logam atau pengambilan (ekstraksi) logam dari sedimen menjadi bentuk yang larut dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Sehingga pada dasarnya prinsip bioleaching dan leaching sama, hanya saja pada bioleaching yang berperan untuk mempercepat terjadinya difusi solute (logam) ke dalam pelarut adalah mikroorganisme. Dengan demikian, tidak tersedianya pelarut yang selektif bukan lagi masalah, karena pelarut yang digunakan pada bioleaching tidak harus pelarut yang selektif terhadap logam yang diinginkan (Kurniawan, 2010).
Harrison dkk. (1966) melaporkan peran zat besi mengoksidasi Acidithiobacillus ferrooxidans dalam pencucian uranium. Bijih uranium ditumpuk dalam tumpukan, mirip dengan pembuangan pelepasan bijih tembaga kelas rendah, dan dicuci menggunakan larutan sulfat asam asam di Tambang Elliot Lake, Ontario, Kanada. Adanya bakteri di tumpukan ditemukan dan perannya dalam menjaga kondisi pengoksidasi dengan konversi besi menjadi besi besi untuk ekstraksi uranium yang ditentukan. Aplikasi komersial unik untuk ekstraksi uranium dari bijih bawah tanah bawah tanah ditunjukkan di Tambang Denison, Ontario, Kanada (McCready dan Gould, 1990).
Sebuah sistem untuk banjir bijih yang terputus-putus dalam stadion bawah tanah, disegel dengan dinding beton, menunjukkan kegunaan untuk proses biohidrometalurgi untuk ekstraksi uranium. Proses ini juga mempertimbangkan persyaratan penting mikroorganisme untuk aktivitas optimal dalam prosesnya. Nutrisi dan aerasi disediakan untuk meningkatkan pertumbuhan bakteri. Namun, ekonomi uranium telah menghalangi penggunaan dan kemajuan lebih lanjut dalam pengembangan proses mikroba untuk ekstraksi uranium (Olson et al., 2003).
Bioleaching melibatkan penggunaan mikroorganisme untuk mengekstrak logam dari bijih berkadar rendah dan telah berhasil dilakukan untuk mendapatkan emas, tembaga dan uranium. Sekitar 20% dari tembaga dunia diproduksi menggunakan bioleaching. Bioleaching nikel, seng, dan kobalt dapat dilakukan dengan bakteri thermophyllic namun belum terbukti ekonomis, namun dengan sumber daya yang langka dan impor relatif mahal, maka cara tersebut mungkin bermanfaat. Nikel dan kobalt digunakan untuk paduan baja sedangkan seng digunakan untuk magnesium campuran (Chen dan Lin, 2000).
Mikroorganisme merupakan salah satu factor yang sangat berperan dalam bioleaching logam. Pemilihan mikroorganisme yang akan digunakan harus tepat karena mikroorganisme tersebut memiliki selektifitas terhadap logam-logam tertentu. Mikroorganisme yang umumnya digunakan dalam proses bioleaching logam bisa dari golongan bakteri dan golongan fungi. Golongan bakteri seperti: Thiobacillus ferooxidans, Thiobacillus thiooxidans, Escherechia coli, dan sebagainya. Golongan fungi seperti: Aspergillus niger dan Penicillium simplicissium (Kurniawan, 2010).
Aplikasi komersial biohidrometalurgi, yang dirancang untuk memfasilitasi aktivitas mikroorganisme, dimulai pada tahun 1980 untuk pencucian tembaga dari tumpukan. Tambang Lo Aguirre di Cile memproses sekitar 16.000 t bijih / hari antara tahun 1980 dan 1996 dengan menggunakan bioleaching (Bustos et al., 1993). Sejumlah operasi pembangkit uap tembaga telah dilakukan sejak tahun 1980 (Brierley, 1999).
Aplikasi komersial biohidrometalurgi yang sukses dan ekstensif lainnya adalah perlakuan awal biooksidasi dari bijih emas sulfida. Untuk proses ini, mikroorganisme digunakan untuk mengoksidasi pirit, arsenian pirit atau arsenoprata untuk mengekspos emas yang tersumbat di dalam matriks mineral sulfida. Setelah perlakuan awal biooksidasi, emas diekstraksi dan dipulihkan dengan proses hidrometalurgi konvensional seperti pelindian dan pemulihan pada karbon atau presipitasi seng. Pabrik pretreatment biooksidasi dengan sejarah operasi terpanjang adalah proses BIOX Goldfields '(sebelumnya Genmin) di Tambang Fairview di Afrika Selatan. Pabrik ini, yang beroperasi sejak 1986, menangani konsentrat arsenopeni tahan api / pirit emas di reaktor besar, diaduk-tangki, aerasi, aliran kontinyu (Marais 1990; dan Aswegen et al., 1991). Semua tanaman komersial menggunakan BIOX, atau proses pengadukan yang diaduk aerasi, memperlakukan konsentrat yang disiapkan dari bijih untuk memperkaya kandungan emas dan sulfida, dan satu juga melepaskan kobal dari sludida sulfida. Satu pabrik komersial memperlakukan bijih emas tahan api di tumpukan. Newmont Mining Corporation menggunakan proses pembuatan biooksidasi untuk perlakuan awal terhadap bijih emas tahan api yang diikuti penggilingan konvensional dalam sirkuit sianida-CIP untuk pemulihan emas di tambang tambang emasnya, Elko, Nevada (Brierley, 2000). Biooksidasi dilakukan pada bijih yang ditumbuk pada bantalan dengan sistem ventilasi udara di dasar untuk memasok oksigen ke populasi mikroba yang diinokulasi pada batu. Setelah 100-270 hari pretreatment biooksidasi untuk menurunkan matriks mineral sulfida, bijih dikeluarkan dan diproses melalui pabrik konvensional untuk mengekstrak emas (Olson et al., 2003).
2.        Sejarah Bioleaching
Gagasan mengenai pelarutan logam telah ada sejak tahun 166 SM ketika seorang ilmuwan bernama Galen menyebutkan mengenai konsep pelarutan logam tua pada tembaga di Cyprus. Kemudian Georgius Agricola (1494-1555) mendeskripsikan mengenai pembakaran pyrite (FeS2) untuk memproduksi FeSO4. Mulai tahun 1572 berdiri industri pelarutan logam tembaga di Rio Tinto, Spanyol. Semenjak tahun 1947, Thiobacillus ferrooxidans diidentifikasi dan diisolasi dari acid mine drainage. Dan mulai berkembang industri bioleaching semenjak itu. Sekarang dapat dijumpai lebih 40 bangunan/gedung dalam suatu industri yang digunakan untuk bioleaching tembaga, emas, seng, kobalt, dan uranium.
Latar belakang sejarah akumulasi logam di berbagai bidang drainase asam tambang, pembuangan tambang, dan tumpukan batubara telah dilaporkan di tempat lain (Brierly, 1978).  Pelepasan tembaga dari bijih dan presipitasi tembaga dari larutan yang dihasilkan adalah teknologi kuno yang dipraktekkan oleh orang Tionghoa jauh ke belakang 100-200 SM dan mungkin bahkan sebelumnya (Needham, 1974). Itu Proses yang sama juga dikenal di Eropa dan Asia Kecil, dan kemungkinan akan digunakan di sana sekitar abad ke-2 (Rossi 1990).  Namun, keterlibatan mikroorganisme tertentu Dalam proses pelarut logam ternyata tidak dipraktikkan sampai 1940-an. Sejak itu banyak kontribusi penelitiannya membantu memperjelas mekanisme dasar di balik proses ini. Biooksidasi bijih sulfida untuk pemulihan tembaga telah dilakukan dipraktekkan selama berabad-abad di Spanyol, Swedia, Jerman, China, dan di tempat lain oleh teknologi pertambangan solusi (Ehrlich, 1999).
Namun, tambang Rio Tinto di Spanyol barat daya umumnya dianggap sebagai buaian biohidrometalurgi. Ini Tambang telah dieksploitasi sejak zaman pra-Romawi untuk mereka tembaga, emas, dan perak. Penggunaan bioleaching di tambang Rio Tinto dimulai pada awal tahun tahun 1890-an. Tumpukan bijih tembaga kelas rendah dibangun dan ditinggalkan selama 1 sampai 3 tahun untuk dekomposisi alami. Lari-ofmine bahan tembaga kelas rendah, ditumpuk dalam pembuangan limbah sampai kedalaman setinggi lebih dari 100 m, dilucuti dengan menggunakan larutan besi feritik asam untuk pemulihan ekonomi tembaga di Tambang Kennecott Bingham di dekat Salt Lake City, Utah. Meskipun operasi pencucian industri dilakukan di Rio Tinto Tambang selama beberapa dekade, kontribusi bakteri untuk solubilisasi logam tidak dikonfirmasi sampai tahun 1961, ketika Thiobacillus ferrooxidans ditemukan di lindi (Salkield, 1987).
3.        Aplikasi Bioleaching
Bioleaching dapat digunakan untuk mendapatkan besi yang banyak dengan bakteri pengoksidasi belerang, termasuk Acidithiobacillus Thiobacillus dan Acidithiobacillus (sebelumnya dikenal sebagai Thiobacillus). Menyusul penemuan bahwa mikroorganisme memainkan peran dalam produksi drainase asam tambang (Colmer dan Hinkle 1947), bakteri pengoksidasi besi dan sulfokat pertama, T. ferrooxidans, diisolasi dan dijelaskan (Temple and Colmer 1951). Tidak lama kemudian peran mikroba dalam oksidasi mineral sulfida diselidiki dari perspektif metalurgi ekstraktif. Mikroorganisme yang dikultur dari aliran sungai di tempat pembuangan limbah batuan di Pala Bingham, tambang pirit teroksidasi di Utah (FeS2) dan mineral tembaga dan melepaskan tembaga ke dalam larutan (Bryner et al., 1954).
T. ferrooxidans digunakan dalam beberapa penyelidikan awal terhadap bioleaching mineral sulfida, karena merupakan satu-satunya bakteri pengoksidasi besi oksidatif sampai deskripsi Leptospirillum ferrooxidans (Markosyan 1972). Saat ini, Thiobacillus thiooxidans, dan Thiobacillus caldus, serta T. ferrooxidans dipindahkan ke genus Acidithiobacillus (Kelly and Wood, 2000). Peran penting ferrooxidans oksidator besi dalam biooxidation sulfida logam lambat untuk dikenali. Ini tidak mudah diperkaya sebagai A. ferrooxidans dari sampel yang mengandung kedua organisme tersebut, tumbuh lebih lambat dari A. ferrooxidans di media kaya besi besi yang kaya. Juga tidak mudah untuk membandingkan jumlah relatif dari kedua organisme ini dalam sampel cair atau padat yang menggunakan teknik kultur konvensional.
Indikasi awal pentingnya L. ferrooksigen., dalam bioleaching adalah bahwa kultur campuran L. ferrooxidans dan A. thiooxidans dapat mengoksidasi pirit lebih cepat dari A. ferrooxidans (Norris dan Kelly, 1978). Kecenderungan L. ferrooxidans untuk menempel pada mineral sulfida, afinitas tinggi untuk besi besi (K m 0,25 mM dibandingkan 1,34 mM pada A. ferrooxidans), dan sensitivitasnya yang rendah terhadap penghambatan besi besi (K i 42,8 mM dibandingkan dengan 3,10 mM dalam A. ferrooxidans) (Norris et al., 1988) adalah bukti tambahan tentang pentingnya L. ferrooxidans dalam bioleaching. Evaluasi sampel lapangan dan studi perkolasi bijih borongan menghasilkan kesimpulan bahwa L. ferrooxidans bisa sama pentingnya dengan A. ferrooxidans dalam bioleaching (Sand et al., 1992).
Teknik biologi molekuler menunjukkan bahwa Leptospirillum adalah bakteri pengoksidasi besi yang dominan dalam reaktor tangki pengaduk kontinu (CSTRs) dimana arsenopirit emas (FeAsS) dan konsentrat yang mengandung tembaga di biooksidasi pada suhu 40 C dan pH 1,6 (Rawlings 1995; Rawlings et al., 1999). Demikian pula, analisis imunofluoresensi pada tangki tahap utama dari pabrik biooksidasi komersial di Sao Bento, Brazil, dan Fairview, Afrika Selatan menunjukkan dominasi numerik Leptospirillum atas A. ferrooxidans (Dew et al., 1997).
   Lamanya waktu bioleaching akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan aktivitas metabolisme mikroorganisme. Tentu saja hal ini akan berdampak pada perolehan hasil akhir bioleaching, yaitu nilai konsentrasi logam yang terkandung dalam rafinat. Selain itu, setiap mikroorganisme juga mempunyai karakteristik tersendiri terhadap kondisi lingkungan yang sesuai untuk kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu penentuan temperatur bioleaching sebaiknya disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan optimum dari mikroorganisme yang digunakan agar didapatkan yield konsentrasi logam yang maksimal (Kurniawan, 2010).           
Bakteri yang digunakan dalam proses bioleaching antara lain Thiobacillus ferrooxidans, T.thiooxidans, Pseudomonas fluorescens, P. putida Bacillus Licheniformis, B.Cereus (Crueger, 1984). Bakteri T. ferrooxidans diketahui mampu dan telah lama digunakan pada bioleaching tembaga dan emas. Bakteri T.ferrooxidans mampu melarutkan sulfide logam (MS) menjadi ion sulfat (SO4 2- ) dan ion logam (M2+). Selanjutnya kedua ion ini akan membentuk larutan senyawa logam sulfat (MSO4). Dari proses tersebut logam dapat dipisahkan dan diperoleh kembali secara bioleaching (Rossi dan Ehrlich, 1990). Beberapa penelitian menunjukkan bakteri lain seperti P. fluorescens, Bacillus sp, dan E. coli mampu melarutkan dan mengakumulasi logam berat. Umumnya bakteri ini ditemukan di lingkungan seperti pada areal tambang (Olson et al., 2003).
Sebagai prinsip umum, Fe 3 + ion yang digunakan untuk mengoksidasi bijih. Langkah ini sepenuhnya independen dari mikroba. Peran bakteri adalah mengoksidasi biji lebih lanjut, tetapi yang lebih penting juga regenerasi oksidan kimia Fe3+ dari Fe2+. Sebagai contoh, bakteri mengkatalisis penguraian mineral pirit (FeS2) oleh mengoksidasi dari sulfur dan logam (dalam hal ini kasus besi besi, (Fe2+) dengan menggunakan oksigen. Ini menghasilkan produk cair yang dapat lebih dimurnikan dan disempurnakan untuk menghasilkan logam yang diinginkan.

(Sumber: google)
Jika bioleaching menjadi kegiatan industri kita akan ditekan untuk menghemat air dan sumber daya hydrogen. Hanya bijih yang mengandung belerang dapat digunakan karena pakan bakteri adalah belerang. Bioleaching tidak memerlukan banyak energi tetapi prosesnya lambat. Suhu tinggi pemanggangan dan peleburan tidak diperlukan, sehingga bioleaching bisa mendapatkan logam dari bijih kadar rendah.  Di masa mendatang, mungkin bioleaching juga akan digunakan untuk logam tambang lainnya seperti seng dan nikel. Secara keseluruhan, bioleaching menciptakan polusi udara dan kerusakan yang minimal terhadap formasi geologi, karena bakteri yang digunakan adalah alami.

(Sumber: google)
Pembakaran pirit (FeS2):
Pada langkah pertama, disulfida secara spontan dioksidasi menjadi tiosulfat oleh besi ferri (Fe3+), yang kemudian akan dikurangi untuk memberikan besi ferrous (Fe2+):
(1)\ Mathrm {FeS_2 + 6 \ ^ Fe {\, 3 +} + 3 \ H_2O \ longrightarrow 7 \ Fe ^ {\, 2 + ^} + S_2O_3 {\, 2 -} + 6 \ H ^ +} spontan
Besi ferrous ini kemudian dioksidasi oleh bakteri aerob:
(2) \ Mathrm {4 \ ^ Fe {\, 2 +} + \ O_2 + 4 \ H ^ + \ longrightarrow 4 \ ^ Fe {\, 3 +} + 2 \ H_2O} (Oksidasi besi)
Tiosulfat juga dioksidasi oleh bakteri untuk memberikan sulfat:
(3) \ Mathrm {S_2O_3 ^ {\, 2 -} + 2 \ O_2 + H_2O \ longrightarrow 2 \ ^ SO_4 {\, 2 -} + 2 \ H ^ +} (Oksidasi belerang)

Besi besi dihasilkan dalam reaksi (2) sulfida teroksidasi lebih seperti pada reaksi (1), menutup siklus dan diberi reaksi bersih:
(4) \ Mathrm {^ 2 \ FeS_2 + 7 \ O_2 + 2 \ H_2O \ longrightarrow 2 \ Fe {\, 2 +} + 4 \ ^ SO_4 {\, 2 -} + 4 \ H ^ +}

Produk bersih reaksi yang larut yaitu ferro sulfat dan asam sulfat.
Proses oksidasi mikroba terjadi pada membran sel bakteri. Beberapa elektron masuk ke dalam sel yang digunakan dalam proses biokimia untuk menghasilkan energi bagi bakteri sementara mengurangi oksigen ke air. Reaksi kritis adalah oksidasi sulfida dengan besi besi. Peran utama dari bakteri adalah langkah regenerasi reaktan ini. Proses untuk tembaga sangat mirip, namun efisiensi dan kinetika tergantung pada mineral tembaga. Mineral yang paling efisien adalah mineral supergen seperti senshinsei kaliberasi, Cu2S dan Covellite. Mineral tembaga utama kalkopirit (CuFeS2) jumlahnya melimpah dan sangat efisien. Pencucian CuFeS2 terdiri dari 2 dua tahap yaitu menjadi terlarut dan kemudian lebih lanjut dioksidasi, dengan Cu2+ ion yang tertinggal dalam larutan.
Pencucian kalkopirit:
(1) \ Mathrm {CuFeS_2 + 4 \ ^ Fe {\, 3 +} \ longrightarrow Cu ^ {\, 2 +} + 5 \ Fe ^ {\, 2 +} + 2 \ S_0} spontan
(2) \ Mathrm {4 \ ^ Fe {\, 2 +} + O_2 + 4 \ H ^ + \ longrightarrow 4 \ Fe ^ {\, 3 +} + 2 \ H_2O} (Oksidasi besi)
(3) \ Mathrm {2 \ S ^ 0 + 3 \ O_2 + 2 \ H_2O \ longrightarrow 2 \ ^ SO_4 {\, 2 -} + 4 \ H ^ +} (Oksidasi belerang)
Reaksi berakhir:
(4) \ Mathrm {CuFeS_2 + 4 \ O_2 \ longrightarrow Cu ^ {\, 2 +} + Fe ^ {\, 2 + ^} + 2 \ SO_4 {\, 2 -}}
            Secara umum, sulfida yang pertama dioksidasi menjadi sulfur elemental, sedangkan disulfida yang teroksidasi untuk membentuk tiosulfat , dan proses di atas dapat diterapkan pada bijih sulfida lain. Bijih-bijih uranium juga menggunakan besi sebagai oksidan (misalnya UO2 + 2Fe3+ ==> UO22+ + 2Fe2+). Dalam hal ini tujuan tunggal langkah bakteri adalah regenerasi Fe3+. Sulfidik bijih besi dapat ditambahkan untuk mempercepat proses dan menyediakan sumber besi.
   Proses bioleaching merupakan salah satu cara yang menjajikan untuk membebaskan logam berat yang terkontaminasi sedimen atau kotoran yang mengendap. Proses bioleaching tergantung pada pertumbuhan dan metabolisme bakteri yang terkait. Inti dari studi kasus ini untuk mengevaluasi efek dari tipe pembuangan dan waktu inkubasi pada proses bioleaching menggunakan Thiobacillus ferrooxidans.  Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa peleburan Pb pada proses bioleaching menghasilkan limbah 0,811 ppm dan limbah electroplating 0,412 ppm. Peleburan Pb ini menunjukkan adanya peningkatan pada saat inkubasi. 
Bakteri Thiobacillus ferooxidans menghasilkan asam sulfat sebagai pengekstrak logam, dimana asam sulfat yang dihasilkan bereaksi dengan logam tersebut menghasilkan senyawa logam sulfat yang mudah larut. Bakteri Thiobacillus ferooxidans mengoksidasi unsur logam. Proses ini membebaskan sejumlah energi yang  digunakan untuk membentuk senyawa yang diperlukannya. Selain energi, proses oksidasi tersebut juga menghasilkan senyawa asam sulfat. Maka aktivitas Thiobacillus ferooxidans akan mengubah besi yang tidak larut dalam air menjadi besi sulfat yang larut dalam air (Roni dkk., 2015).
Tahapan Proses Bioleaching pada Timbal
   Mekanisme utama yang terlibat dalam bacterial leaching logam berat oleh Thiobacillus ferroxidans meliputi mekanisme langsung dan tak langsung, yang dapat digambarkan dengan persamaan berikut:
Mekanisme langsung
                                            T. ferrooxidans
       MS          +           2O2                                             MSO4

Mekanisme tak langsung
                                                 T. ferrooxidans
   SO          H2O  +  3/2O2                                   H2SO4

   H2SO4        +     sedimen - M – M                         sedimen - 2H + MSO4

   Sampel sedimen limbah diambil dari bak penampungan dan saluran limbah industri baterai dan elektroplating di kawasan rungkut industri Surabaya. Pengambilan sampel dilakukan di 5 titik pada bagian permukaan hingga kedalaman kira-kira 10 cm dengan menggunakan sendok  plastik. Sedimen dari tiap jenis limbah yang diperoleh dicampur menjadi satu untuk mendapatkan sampel yang homogen kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel. Konsentrasi logam berat dalam sedimen ditentukan dengan Flame atornic Absorption Spectrophotometer (FAAS) Shimadzu, model AA-680.
Dalam prosesnya tampak bahwa setelah proses bioleaching, baik limbah industri baterai maupun limbah elektroplating menunjukkan adanya ion karbonat, sulfat, sulfit, tiosulfat, dan nitrat. Adanya ion sulfat dalam media setelah bioleaching disebabkan oleh perubahan senyawa sulfida logam PbS dalam sampel sebagai hasil mekanisme bioleaching. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu inkubasi berpengaruh pada pelarutan Pb. Peningkatan waktu inkubasi menyebabkan peningkatan kadar Pb yang dileaching oleh bakteri. Kenaikan kadar Pb dalam larutan (media) diduga disebabkan oleh masa pertumbuhan, adaptasi, dan kontak bakteri dengan permukaan sampel (limbah). Makin lama bakteri teradaptasi dengan kondisi yang ada, maka makin banyakjumlah sel bakteri dihasilkan yang dapat melakukan aktivitas metabolismenya sehingga kadar Pb yang melarut meningkat pula.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan proses mikrobial leaching dengan biakan Thiobacillus ferrooxidans dapat dipakai untuk memisahkan logam berat dari sedimen tercemar. Kinerja proses bioleaching dipengaruhi oleh jenis limbah dan waktu inkubasi (waktu kontak) bakteri dengan permukaan partikel yang di-leaching.
Pengolahan limbah industri secara biologi dengan tumbuhan eceng gondok, kangkung, selada air sudah lama diterapkan. Namun penanganan limbah dengan tumbuhan ini dapat menimbulkan masalah baru, yaitu perkembangan dari tumbuhan ini, misalnya eceng gondok yang begitu cepat dan sulit diatasi. Akan tetapi saat ini telah berkembang penggunaan mikroba untuk meleaching logam berat, yaitu suatu metode altematif yang relatif lebih potensial dan ekonomis dibandingkan dengan metode yang telah ada sebelumnya. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi antara logam berat dengan sel-sel mikroba yang tidak hanya mengakibatkan hilangnya logam berat dari limbah industri (sedimen), tetapi juga dimungkinkannya proses diperolehnya kembali (recovery) logam-logam tersebut. Bila ditinjau dari segi biaya maka proses pengolahan limbah industri dengan menggunakan mikroba ini lebih menguntungkan dan lebih murah karena tidak membutuhkan alat-alat yang canggih. (Avery, 1980). Oleh sebab itu untuk masa yang akan datang sudah saatnya teknologi ini diterapkan pada pengolahan limbah industry, tambang emas, dan cemaran logam lainnya.
Keberadaan bakteri di lingkungan umumnya dapat mempercepat proses degradasi zat pencemar menjadi senyawa yang lebih sederhana. Bakteri mampu memecah senyawa kompleks yang berbahaya bagi lingkungan menjadi senyawa yang lebih sederhana yang ramah lingkungan. Selain membantu menurunkan toksisitas, keberadaan bakteri pada limbah atau polutan logam dapat juga menyebabkan toksisitas terhadap lingkungan yaitu melalui proses bioleaching. Bagi kalangan industri yang menghasilkan limbah logam berat khususnya logam Pb, kehadiran bakteri ini sangat tidak dikehendaki karena dapat melepaskan atau melarutkan logam berat dalam sedimen limbah ke lingkungan perairan.
Bakteri yang digunakan atau dapat melakukan leaching pada limbah logam berat umumnya memiliki kemampuan mengakumulasi dan menghilangkan senyawa-senyawa kompleks logam berat. Jenis bakteri yang memiliki kemampuan atau aktivitas leaching yang baik antara lain T. ferrooxidans, P. fluoroscens, E. coli dan Bacillus sp. Bakteri T. ferrooxidans dapat hidup pada semua jenis batuan dan memiliki pilihan makanan yang paling aneh di antara banyak mikroba. T. ferrooxidans memperoleh energi yang dipergunakan untuk aktivitas hidupnya dari senyawa anorganik melalui oksidasi besi (II) menjadi besi (III) (fero menjadi feri) dan oksidasi sulfur menjadi asam sulfat (Norris, 1990).
Brandl (2001), menjelaskan mekanisme pelekatan bakteri pada proses bioleaching yaitu sel-sel bakteri menempel atau melekat pada permukaan mineral melalui kontak fisik bagian permukaan. Sel yang terbentuk mengeluarkan exopolimer, exopolimer ini membungkus atau menjerap senyawa besi (Fe3+) dan membentuk kompleks asam glukoronat. Tahap ini merupakan bagian utama dari proses mekanisme pelekatan. Tiosulfat yang terbentuk merupakan produk antara (inter-mediate) selama oksidasi semyawa sulfur. Sulfur atau politionat terbentuk di dalam periplasmatik (periplasmatic space) atau di dalam sel dioksidasi kembali. Di dalam periplasmatik ini ditempatkan enzim rusticyanin, cytochrome dan protein iron-sulfur, dengan demikian keberadaan sel bebas dalam medium yang habis digunakan mengoksidasi senyawa logam tereduksi.
Faktor yang mempengaruhi efektifitas bioleaching limbah logam JaS'dtf artate .laiP pH, suhu, ,keberadaan logam lain da lam larutan (jenis limbah), konsentrasi logam berat, waktu kontak bakteri, ukuran partikel (luas permukaan partikel) yang di leaching, serta kemampuan bakteri beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ada (Atlas dan Bartha, 1993). Menurut Chen dan Wilson (1997) bahwa perbedaan pH di dalam air yang tercemar seringkali mempengaruhi proses pembersihan logam berat. Lebih lanjut Connel (1995); Darimont & Frenay dalam Chen & Wilson (1997); Kong et al (1995), mengemukakan bahwa pH merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada proses pembentukan spesies logam dan atau gerakan logam berat di dalam air.
Jenis limbah dan konsentrasi logam berat dapat mempengaruhi bakteri di dalam proses bioleaching logam. Tingginya kadar logam berat mengakibatkan 24 pertumbuhan bakteri terganggu bahkan menyebabkan matinya sejumlah bakteri yang tidak tahan terhadap logam tersebut. Hal ini disebabkan karena setiap bakteri memiliki toleransi yang berbeda terhadap logam berat. Selain itu proses leaching dipengaruhi oleh waktu kontak bakteri dalam medium dengan permukaan partikel. Menurut Seidel et al (2001) bahwa pelekatan bakteri pada permukaan partikel dipengaruhi waktu, dimana makin lama waktu kontak bakteri dalam medium makin banyak bakteri yang melekat pada permukaan partikel dan makin banyak bakteri yang dapat melakukan aktivitas leachingnya.
Jenis bakteri juga berpengaruh pada pelepasan atau leaching logam, dengan kata lain bahwa bioleaching logam berat oleh setiap jenis bakteri berbeda. Perbedaan ini diakibatkan oleh produk metabolik yang dihasilkan selama proses berlangsung. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa proses leaching logam berat oleh bakteri bergantung pada beberapa faktor yaitu; jenis dan komposisi logam berat dalam limbah, kemampuan bakteri untuk melakukan leaching, dan faktor lingkungan yang mempengaruhi aktivitas bakteri. Kemampuan bakteri melakukan bioleaching Pb dan senyawanya bergantung pada bakteri untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

DAFTAR PUSTAKA


Aswegen PC van, Godfrey MW, Miller DM, Haines AK, 1991. Developments and innovations in bacterial oxidation of refractory ores. Miner Metall Process November:188–191
Atlas, R.M dan Bartha R. 1993. Microbial Ecology: Fundamental and Aplications. California The Benjamin/Cummings Redwood City.
Avery, Robert K. 1980. Communication Media and The Media. New York : Random House.
Brandl, H. 2001. Microbial Leaching of Metal, Switserland.
Brierley JA, 2000. Expanding role of microbiology in metallurgical processes. Min Eng 52:49–53.
Brierley JA, Brierley CL ,1999. Present and future commercial applications of biohydrometallurgy. In: Amils R, Ballester A (eds) Biohydrometallurgy and the environment toward the mining of the 21st century, IBS99. Elsevier, Amsterdam, pp 81–89
Brierly, C. L.  CRC Cr.1978.  Rev. Microbiol. 6, 207
Bryner LC, Beck JV, David DB, Wilson DG, 1954. Microorganisms in leaching sulfide minerals. Ind Eng Chem 46:2587–2592
Bustos S, Castro S, Montealegre S, 1993. The Sociedad Mineral Pudahuel bacterial thin-layer leaching process at Lo Aguirre. FEMS Microbol Revs 11:231–236.
Cao J, Zhang G, Mao Z, Fang Z, Yang C, B Han, 2009. Influence of Mg2+ on the growth and activity of sulfate reducing bacteria. Hydrometallurgy 95:127–134.
Chen S., Wilson DB, 1997, Construction and Characterization of Escherichia coli Genetically Enggineered for Bioremidiation of Hg2+ Conminated Environments, J. Appl. Environ. Microbiol. Vol. 63.
Chen S., Wilson DB, 1997, Genetic Engineering of Bacteria and Their Potential for Hg2+ Bioremidiation.  J. Biodegradation. Vol. 8
Chen SY and Lin JG, 2000. Influence or Solid Content on Bioleaching of Heavy Metal from Contaminated Sediment By Thiobocillus spp. I. or Chemical Teckonology and Bioteknology. 75: 649-56.
Chen Y, Hua Y, Zhang S, Tian G , 2005. Transformation of heavy metal forms Mikoremediasi Logam Berat... Kurniawan dan Ekowati 43 during sewage sludge bioleaching. J Hazard Mater 123:196–202.
Colmer AR, Hinkle ME (1947) The role of microorganisms in acid mine drainage: a preliminary report. Science 106:253–256
Connel dan Miller, 1995, Kimia dan Etoksikologi Pencemaran, diterjemahkan oleh Koestoer, S., hal. 419, Indonesia University Press, Jakarta.
Couillard D and Zhu S, 1992. Bacterial Leaching of Heavy Metals From Sewage Sludge For Agricultural Application. Water, Air. And Soil Pollution, 63: 67-80.
Crueger, W. and Crueger, A, 1984, Biotechnology: A Textbook of Industrial Microbiology, Science Tech, Inc.
Darmono. 2001. Pengertian Logam Berat. http://letsbelajar.blogspot.com/2007/08/logamberat.html. Diakses pada tanggal  29 November 2017.
Dew DW, Lawson EN, Broadhurst JL (1997) The BIOX process for biooxidation of gold-bearing ores or concentrates. In: Rawlings DE (ed) Biomining: theory, microbes and industrial processes. Springer, Berlin Heidelberg New York; Landes, Berlin, p 45–80.
Ehrlich HL (1999) Past, present and future of biohydrometallurgy. In: Amils R, Ballester A (eds), Biohydrometallurgy and the environment toward the mining of the 21st century, IBS99. Elsevier, Amsterdam, pp 3–12.
Ehrlich, H.L, 1992, Metal Extraction and Ore Discovery, in Lederbeg (Eds) Encyclopedia of Microbiology, vol.3, Academic Press, Inc.
Harrison VF, Gow WA, Ivarson KC (1966) Leaching of uranium from Elliot Lake ore in the presence of bacteria. Can Mineral J. 87:64–67.
Kelly DP, Wood AP (2000) Reclassification of some species of Thiobacillus to the newly designated genera of Acidithiobacillus gen. nov., Halothiobacillus gen. nov. and Thermithiobacillus gen. nov. Int J Syst Evol Microbiol 50:511–516.
Kong I.C., Bitton G., Koopman B., Jung K.H, 1995 Heavy Metal Toxicity Testing in Environmental Samples, Reviews of Environmental Contamination and Toxicology, Vol.142.
Kurniawan , Ronny, Sirin Fairus, Tria Liliandini, M.Febrian. 2010. Separation Of Metals From Spent Catalysts Waste By Bioleaching Process. Jurnal Teknik Kimia.  4(2). 295-303.
Lester, James P., dan Joseph Stewart Jr. 2000. Public Policy : An Evolutionary Approach, Belmont : Wadsworth/
Marais HJ (1990) Bacterial oxidation of arseno-pyrite refractory gold ore. In: Innovation in metallurgical plant. South African Institute of Mining and Metallurgy, Johannesburg, pp 125–129.
Markosyan GE (1972) A new iron-oxidizing bacterium—Leptospirillum ferrooxidans nov. gen. nov. sp (in Russian). Biol  Armenia 25:26–29.
McCready RGL, Gould WB (1990) Bioleaching of uranium. In: Ehrlich HL, Brierley CL (eds) Microbial mineral recovery. McGraw-Hill, New York, pp 107–125.
Needham, L and Gwei-Djen. 1974. Chemistry and Chemical technology: Part II. 5, p. 25, Univ. Press, Cambridge.
Norris PR, Barr DW, Hinson D (1988) Iron and mineral oxidation by acidophilic bacteria: affinities for iron and attachment to pyrite. In: Norris PR, Kelly DP (eds) Biohydrometallurgy, proceedings of the international symposium 1987. Science and Technology Letters, Kew, Surrey, UK, pp 43–60.
Norris PR, Kelly DP (1978) Dissolution of pyrite (FeS2) by pure and mixed cultures of some acidophilic bacteria. FEMS Microbiol Lett 4:143–146.
Olson, G.J., Bierley J.A., dan C.L. Bierley. 2003. Bioleaching review part B: Progress in bioleaching: applications of microbial processes by the minerals industries. Appl Microbiol Biotechnol. 63:249–257.
Rawlings DE (1995) Restriction enzyme analysis of 16S rRNA genes for the rapid identification of Thiobacillus ferrooxidans, Thiobacillus thiooxidans, and Leptospirillum ferrooxidans strains in leaching environments. In: Jerez CA, Vargas T, Toledo H, Wiertz JV (eds) Biohydrometallurgical processing. University of Chile, Santiago, pp 9–17.
Rawlings DE, Tributsch H, Hansford GS (1999) Reasons why ‘Leptospirillum’-like species rather than Thiobacillus ferrooxidans are the dominant iron-oxidizing bacteria in many commercial processes for the biooxidation.
Ronny Kurniawan, S. Juhanda, Vitri Banimulyanty, Lena Marita . 2015. Aplikasi Bioleaching Dalam Pemisahan Logam dari Batuan Mineral Pyrite dengan Menggunakan Bakteri Thiobacillus ferooxidans dan Fungi Aspergillus niger. Program Studi Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogy Akarta: 1-7.
Rossi, G. (1990). Biohydrometallurgy, p. 1, McGrawHill, Himburg, Germany
Rossi, G., Ehrlich HL., 1990, Other Bioleaching Processes, in Ehrlich HL., Brierley CL (Eds.), Microbial Mineral Recovery, McGraw-Hill, New York.
Salkield, L. U. (1987). Geotechnical Engineering, p. 230, Kluwer Academic Publisher, USA
Sand W, Rohde K, Sobotke B, Zenneck C (1992) Evaluation of Leptospirillum ferrooxidans for leaching. Appl Environ Microbiol 58:85–92
Seidel, A., Zimmels, Y., and Armon, R, 2001, Mechanism of Bioleaching of Coal Fly Ash by Thiobacillus thiooxidans, Chemical Engineering Journal, vol.88, p.123-130
Stokinger IIE. 1981. The Metal, in Clayton GD, Clayton EF (Eds), Patty's Industrial Hygiene and Toxicology. New York: A Willey Interscience Publication, John Willey &Sons.
Taberima, Sartji.2004. Peranan Mikroorganisme Dalam Mengurangi Efek Toksik Pada Tanah Terkontaminasi Logam Berat. Institut Pertanian Bogor.
Talvivaara Mining Company. 2010. Production Technology. http://www.talvivaara. com/files/talvivaara/Presentations/Talvivaara_Technical_Seminar_London_May_Presentation.pdf. Diakses pada 29 November 2017.
Temple KL, Colmer AR. 1951. The autotrophic oxidation of iron by a new bacterium: Thiobacillus ferrooxidans. J Bacteriol 62:605–611.
WHO, 1995. Environmental Healthcriteria 165: InorganicLead. Genewa: Word Health Organization.
Zimmerley SR, Wilson DG, Prater JD. 1958. Cyclic leaching process employing iron oxidizing bacteria. US Patent 2,829,964.

LAPORAN PEMBUATAN DAN PENGENCERAN LARUTAN

V. Data & Hasil Pengamatan ·          100 ml larutan NaCl 0.58 gr Pada proses pembuatan larutan NaOH , dengan men a mba h kan a...