Mawar yang
sudah menjadi tanaman favorit sejak kurang lebih 5.000 tahun yang lalu.
Keinginan untuk mendapatkan varietas mawar baru selalu menjadi impian pemulia
dan penikmat (hobbyists) tanaman mawar. Sejak lama diantara impian para
pemulia mawar itu adalah menciptakan mawar yang berwarna biru (blue rose).
Dan untuk menunjukkan keseriusan dan mempercepat diraihnya impian tersebut,
pada tahun 1840 perkumpulan holtikultur di Inggris dan Belgia menawarkan hadiah
uang sebesar 500,000 francs bagi siapapun yang bisa menciptakan blue rose.
Setelah
mengetahui bahwa gen yang berfungsi untuk menghasilkan delphinidin (yang bisa
mengarahkan sintesa pigmen ditanaman “kearah biru”) tidak terdapat pada mawar,
maka gen delphinidin harus didapatkan dahulu dari tanaman yang memiliki gen
delphinidin.
Tanaman
memiliki beberapa jalur biosintesa yang bisa dilalui untuk menghasilkan warna
pada bunga. Pada dasarnya ada tiga pigmen dasar pada tanaman yaitu cynidin,
pelargonidin dan delphinidin yang memiliki precursor yang sama yaitu
anthocyanin dihydrokaempferol (DHK). Gen cynidin menghasilkan enzim yang bisa
memodifikasi DHK dan mengarahkannya untuk menghasilkan pigmen warna biru. Pada
tahap ini semua pigmen yang diarahkan masih belum berwarna. Untuk merubah
pigmen menjadi berwarna dibutuhkan satu enzim lagi yaitu dihydroflavinol
redyctase (DFR). Apabila DFR tidak bekerja maka semua bunga berwarna putih.
Apabila mawar
memiliki delphinidin maka proses penciptaan blue rose mungkin tidak akan
terlalu rumit. Akan tetapi mawar teryata tidak memiliki gen delphinidin sehinga
kemungkinan untuk mendapatkan mawar dengan cara pemuliaan tanaman konvensional
melalui persilangan akan mustahil dilakukan. Untuk itu langkah awal untuk
menciptakan blue rose adalah dengan mengisolasi gen penghasil delphinidin. dan
pada tahun 1991, florigene membuat langkah terobosan dengan keberhasilannya
mengisolasi gen delphinidin dari petunia.
Dengan
memanfaatkan teknologi transformasi gen ke mawar yang telah mereka kembangkan,
gen delphinidin akhirnya bisa dimasukkan kedalam genom mawar. Pada pertengahan
tahun 90an mereka mendapatkan mawar pertama dengan delphinidin. namun, hasil
yang mereka peroleh bukan blue rose seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan
karena ternyata kombinasi dari cyanidin dan delphinidin di mawar menghasilkan
warna merah burgundy. Akan tetapi meskipun hasil yang diperoleh bukan
seperti yang diharapkan, penemuan ini merupakan langkah maju untuk mendapatkan blue
rose. Paling tidak sampai tahap ini mereka telah mengetahui tahu bahwa gen
delphinidin yang mereka masukkan ke mawar mampu bekerja dengan baik.
Untuk
menghasilkan blue rose, mawar putih dengan mutasi pada DFR harus
digunakan sehingga tidak ada warna lain yang mengganggu sebagai akibat dari
ekspresi gen cyanidin. Akan tetapi mereka mengalami kesulitan karena tidak
mendapatkan mawar yang berwarna putih sebagai hasil dari mutasi DFR dan untuk
membuat mawar seperti itu dengan persilangan akan membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Akhirnya, dengan bantuan Pieter Waterhouse dari CSIRO di Australia, yang
pertama kali mempelajari RNAi sebagai alat presisi untuk memanipulasi fungsi
gen tanaman, peneliti di Flirigene akhirnya bisa mendapatkan mawar putih yang
tidak menghasilkan DFR. Pada mawar tersebut DFR telah dihambat fungsinya dengan
memanfaatkan teknologi RNAi. Akrena DFR masih diperlukan oleh mawar untuk
memproduksi warna biru dari delphinidin maka fungsi DFR pada mawar tersebut
digantikan oleh DFR asing dari Petunia yang tidak bisa mengenali prekursor
warna yang dihasilkan oleh gen cyanidin maupun pelrgonidin pada mawar. Hasilnya
adalah mawar biru! Peneliti di Suntory melakukan pendekatan yang mirip yaitu
menghilangkan fungsi gen DFR mawar dengan menggunakan teknologi RNAi, hanya
saja mereka mendapatkan gen delphinidin dari tanaman pansy dan gen DFR dari
tanaman Iris.
Tapi rupanya
warna biru yang didapatkan belum memuaskan. Mereka menemukan bahwa warna biru
yang benar-benar biru dapat diperoleh apabila petal pada mawar memiliki pH yang
tidak terlalu asam, keasaman petal mawar mencapai pH 4,5 sementara pada prtunia
memiliki pH 5,5. Untuk mendapatkan warna yang benar-benar biru, peneliti pada
Florigene dan Suntory mencoba mencari mawar liar dengan keasaman pada petal
yang berkisar pH 5,5 namun gagal. Saat peneliti di Florigene dan Suntory tengah
mencoba mencari gen yang mempengaruhi pH pada petal dengan menggunakan knock-out
technology memanfaatkan RNAi.
Daftar Pustaka :
Nugroho, Satya. 2005. RNAi Terobosan
Bidang Bioteknologi. Bio Trends. 1(1) : 27-29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar