Gambar1. Perkembangan dan Pematangan Buah (Iriawati, 2012).
Untuk meningkatkan hasil buah yang masak baik secara
kualias maupun kuantitasnya dapat diusahakan dengan substansi tertentu antara
lain dengan zat pengatur pertumbuhan Ethylene. Ethylene adalah suatu gas yang
dapat digolongkan sebagai zat pengatur pertumbuhan (phytohormon) yang aktif
dalam pematangan. Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses-proses
perombakan maupun proses sintetik, atau keduanya. Pada jeruk manis perubahan
warna ni disebabkan oleh karena perombakan khlorofil dan pembentukan zat warna karotenoid.
Sedangkan pada pisang warna kuning terjadi karena hilangnya khlorofil tanpa
adanya atau sedikit pembentukan zat karotenoid. Sisntesis likopen dan
perombakan khlorofil merupakan ciri perubahan warna pada buah tomat (Mignoli et al, 2012).
Menjadi lunaknya buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak
larut menjadi pektin yang larut, atau hidrolisis zat pati (seperti buah waluh)
atau lemak (pada adpokat). Perubahan komponen-komponen buah ini diatur oleh
enzym-enzym antara lain enzym hidroltik, poligalakturokinase, metil asetate,
selullose. Flavour adalah suatu yang halus dan rumit yang ditangkap indera yang
merupakan kombinasi rasa (manis, asam, sepet), bau (zat-zat atsiri) dan
terasanya pada lidah. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-gula
sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik dan
senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi rasa sepet dan masam, dan kenaikan
zat-zat atsiri yang memberi flavor khas pada buah (Isnandi, 1983).
Proses pematangan juga diatur oleh hormon antara lain
auxin, sithokinine, gibberellin, asam-asam absisat dan ethylene.Auxin
berperanan dalam pembentukan ethylene, tetapi auxin juga menghambat pematangan
buah. Sithokinine dapat menghilangkan perombakan protein, gibberellin
menghambat perombakan khlorofil dan menunda penimbunan karotenoid-karotenoid.
Asam absisat menginduksi enzyme penyusun/pembentuk karotenoid, dan ethylene
dapat mempercepat pematangan (Kamarani, 1986).
Partenokarpi Ialah pembentukan buah tanpa melalui proses polinasi
dan fertilisasi. Buah partenokarpi, biasanya tanpa biji atau berbiji sedikit.
Patenocarpi kurang menguntungkan bagi program produksi benih dan biji, tetepi
sangat bermanfaat bagi peningkatan dan produksi buah, terutama jenis tanaman
komersial. Sebagai contoh paternocarpi pada terong dapat meningkatkan kualitas buah,
sedangkan pada buah kiwi dapat meningkatkan produktivitas buah dan tidak
membutuhkan serangga penyerbuk ( polinator) (Betty dan Donowati, 2007).
1. Jenis – jenis partenokarpi
Menurut Gunawan (1995), partenokarpi dapat terjadi
secara alami (genetik) atau buatan (induksi). Partenokarpi secara alami
dibedakan menjadi 2 faktor yaitu : obligator dan fakultatif. Kedua tipe itu
sangat jarang dijumpai pada tanaman. Tipe Obligator adalah patenokarpi alami
yang terjadi tanpa adanya faktor atau pengaruh dari lingkungan. Hal tersebut
terjadi karena secara genetik tanaman memiliki gen penyebab partenokarpi. Aktifnya
gen pat akan memberi sinyal pada kompleks protein IAA9/ARF8, yang berfungsi
sebagai regulator dalam inisiasi pertumbuahan dan perkembangan buah, untuk
menghasilkan auksin di ovari. Mekanisme tersebut menyebabkan buah memiliki
kadar auksin yang cukup untuk kelangsungan pertumbuahn dan perkembangannya,
meski tanpa adanya biji.
Tipe Fakultif adalah partenokarpi alami yang terjadi
karena pengaruh lingkungan, contohnya Lewis pada tahun 1942 berhasil
mendapatkan buah pir tanpa biji dengan cara memaparkan bunga pir padasuhu
rendah selama 3-19 jam. Chocran pada tahun 1936 dapat meningkatkan pembentukan
buah partenokarpi pada capsicum dengan memaparkan tanaman yang sedang berbunga
pada suhu 10°-16° C. Osbone and went pada tahun 1953 menyatakan bahwa
pembentukan buah partenokarpi pada tanaman tomat dapat diinduksi dengan suhu
rendah dan intensitas cahaya yang tinggi (Seub Shin et al, 2007).
Partenokarpi buatan dapat diinduksi melalui aplikasi
zat pengatur tumbuh, seperti auksin dan giberelin. Zat pengatur tumbuh sintesis
yang umum digunakan untuk menginduksi pembentukan buah partenokarpi adalah 2-
napthelene acetic acid (NAA ), 3-Indole butyric acid (IBA), 2,4,5,T 2,4,5
trichloropenoxy acetic acid (2,4,5 T) dan dichloropenoxy acetic acid (2,4 D).
Senyawa- senyawa tersebut telah umum di gunakan pada tanaman tomat, strawberry,
blackberry, apricot, anggur, peach,cerry,apel dan jeruk (Ho and Hewitt, 1986).
Menurut Gunawan (1995), pemberian auksin oksigen dapat
menggantikan polinasi dan fertilisasi pada proses pembentukan dan perkembangan
buah pada beberapa spesies tanaman. Partenokarpi juga dapat dilakukan dengan
memanipulasi jumlah ploidi pada tanaman. Hal tersebut dapat ditempuh dengan
persilangan biasa. Kihara berhasil menyilangkan tanaman semangka diploid (induk
jantan) dan tetraploid (induk betina) menghasilkan tanaman hibrid (T1) triploid
yang buahnya tanpa biji.
Metode terbaru yang dicoba dan dikembangkan untuk
menghasilkan partenocarpi buatan melalui rekayasa genetik. Pembentukan buah
partenokarpi melalui tehnik rekayasa genetik dapat ditempuh melelui dua
pendekatan. Pendekatan pertama dilakukan dengan cara menghambat perkembangan
embrio atau biji tanpa mempengaruhi prtumbuahn buah, sedangakan pendekatan
kedua dengan mengekspresikan fitohormon pada bagian ovari atau ovul untuk
memacu perkembangan buah partenokarpi (Li et
al, 1996).
Cara pendekatan utama ditempuh melalui penggunaan gen
yang bersifat merusak sel (sitotoksik), misalnya kombinasi gen iaaM dan iaaH
dari bakteri Argobacterium tumefaciens. Gen
tersebut menghasilkan senyawa toksik terhadap sel-sel embrio atau biji. Cara
pendekatan kedua dalam menghasilkan partenokarpi adalah melalui pengekspresian
senyawa fitohormon IAA atau analognya pada bakal. Cara tersebut didasari oleh
pengetahuan bahwa aplikasi fitohormon sejenis auksin atau giberelin dapat
menggantikanperan biji dalam merangsang pembentukan dan perkembangan buah
(Betty dan Donowati, 2007).
1.
Gen pertenokarpi DefH9-iaaM
Retino dkk telah berhasil mengembangkan suatu metode
baru agar tanaman mampu menghasilkan buah tanpa melalui tahap fertilisasi
sehingga akan terbentuk buah tanpa biji. Metode tersebut dilakukan dengan
menginsersikan gen partenokarpi DefH9-iaaM
ke dalam genom tanaman. Gen DefH9-iaaM
terdiri atas dua sekuen gen yang spesifik. Sekuen pertama
yaitu gen iaaM , berukuran 600 pb dan
diisolasi dari bakteri Pseudomonas
syringae dan savatanoi. Gen iaaM menghasilkan auksin dalam jaringan
tanaman. Sekuen kedua ialah daerah promoter DefH9
(deficiens homologue 9) yang
diisolasi dari Antirrinum majus dan berukuran 1.350pb (Seub Shin,
2007).
Gen partenokarpi DefH9-iaaM
menyendi enzim indolatesamida monooksigenase yang mengkorversi triptofan
menjadi indolasetamida (prekusor auksinIAA) yang di ekspresikan pada ovul dan
plasenta. Akibat ekspresi gen tersebut maka terbentuk buah partenokarpi tanpa
melalui polinasi dan fertilisasi. Bagian regulator DefH9 ( promotor) dapat mengontrol ekspresi iaaM (pengkode IAA) hanya padabagian plasenta dan ovul. Ekspresi
IAApada bagian plasenta memastikan bahwa partenocarpi terjadi sebelum polinasi,
sedangkan pada ovul ditujukan untuk mengganti peran biji dalam memacu
pertumbuhan buah (Gunawan, 1995).
DAFTAR PUSTAKA
Betty, Widiastuti dan Donowati, Tjokrokusumo. 2007. “Peranan Beberapa
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Tanaman pada Kultur In Vitro”. Jurnal Sains Dan Teknologi Indonesia. Vol. 3 No. 5 Agustus 2001,
halaman 55-63.
Gunawan, L. W. 1995. Teknik Kultur Infitro dalam Holtikultura. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Ho, L. C and Hewitt J, D. 1986. Fruit Development. Chapman and Hall Ltd.
London.
Iriawati. 2012. Struktur
Perkembangan Buah. ITB. Bandung.
Isnandi, J. 1983. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Fakultas
Pertanian UGM. Yogyakarta.
Kamarani. 1986. Fisiologi
Pasca Panen. UGM Press. Yogyakarta.
Li, D. W.,
Qio, J. W., Ouyang, P. I., Yao, Q. X., Dawei, L.D., Jiwen, Q., Ping, O.,
Qingxiao, Y. 1996. “ High Frequencies of Fertilization and Embrio Formation in
Hexaploid Wheat X Tripsacum Dactiloides Crosses”. Theor Appl Genet [online], 92 (1996): 1103-1107.
Mignoli,
Francesco., Mariotti, Loremo., Lombardi, Lara., Fidoz, Maria L., Ceccarelli,
Nelo., Picciarelli, Piero. 2012. “Tomato Fruit Development in Deoxin-Resistan
DGT Mutan is Induced By Polination But No By Auxin Treatment”. Journal of Plant Physiology [online], 69
(2012): 1165-1172.
Seub Shin,
Young., Grice So, Deux., Hwan, Kim Jwoo. 2007. “ Influence of Polination Method
on Fruit Development and Sugar Content of Oriental Melon”. Scientia Horticulturae [online], 112 (2007): 388-392.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar