Sabtu, 21 Oktober 2017

PERAN HORMON DALAM PROSES PEMATANGAN BUAH

Gambar1. Perkembangan dan Pematangan Buah (Iriawati, 2012).
Untuk meningkatkan hasil buah yang masak baik secara kualias maupun kuantitasnya dapat diusahakan dengan substansi tertentu antara lain dengan zat pengatur pertumbuhan Ethylene. Ethylene adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai zat pengatur pertumbuhan (phytohormon) yang aktif dalam pematangan. Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses-proses perombakan maupun proses sintetik, atau keduanya. Pada jeruk manis perubahan warna ni disebabkan oleh karena perombakan khlorofil dan pembentukan zat warna karotenoid. Sedangkan pada pisang warna kuning terjadi karena hilangnya khlorofil tanpa adanya atau sedikit pembentukan zat karotenoid. Sisntesis likopen dan perombakan khlorofil merupakan ciri perubahan warna pada buah tomat (Mignoli et al, 2012).
Menjadi lunaknya buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut, atau hidrolisis zat pati (seperti buah waluh) atau lemak (pada adpokat). Perubahan komponen-komponen buah ini diatur oleh enzym-enzym antara lain enzym hidroltik, poligalakturokinase, metil asetate, selullose. Flavour adalah suatu yang halus dan rumit yang ditangkap indera yang merupakan kombinasi rasa (manis, asam, sepet), bau (zat-zat atsiri) dan terasanya pada lidah. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi rasa sepet dan masam, dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberi flavor khas pada buah (Isnandi, 1983).
Proses pematangan juga diatur oleh hormon antara lain auxin, sithokinine, gibberellin, asam-asam absisat dan ethylene.Auxin berperanan dalam pembentukan ethylene, tetapi auxin juga menghambat pematangan buah. Sithokinine dapat menghilangkan perombakan protein, gibberellin menghambat perombakan khlorofil dan menunda penimbunan karotenoid-karotenoid. Asam absisat menginduksi enzyme penyusun/pembentuk karotenoid, dan ethylene dapat mempercepat pematangan (Kamarani, 1986).
Partenokarpi Ialah pembentukan buah tanpa melalui proses polinasi dan fertilisasi. Buah partenokarpi, biasanya tanpa biji atau berbiji sedikit. Patenocarpi kurang menguntungkan bagi program produksi benih dan biji, tetepi sangat bermanfaat bagi peningkatan dan produksi buah, terutama jenis tanaman komersial. Sebagai contoh paternocarpi pada terong dapat meningkatkan kualitas buah, sedangkan pada buah kiwi dapat meningkatkan produktivitas buah dan tidak membutuhkan serangga penyerbuk ( polinator) (Betty dan Donowati, 2007).
1. Jenis – jenis partenokarpi 
Menurut Gunawan (1995), partenokarpi dapat terjadi secara alami (genetik) atau buatan (induksi). Partenokarpi secara alami dibedakan menjadi 2 faktor yaitu : obligator dan fakultatif. Kedua tipe itu sangat jarang dijumpai pada tanaman. Tipe Obligator adalah patenokarpi alami yang terjadi tanpa adanya faktor atau pengaruh dari lingkungan. Hal tersebut terjadi karena secara genetik tanaman memiliki gen penyebab partenokarpi. Aktifnya gen pat akan memberi sinyal pada kompleks protein IAA9/ARF8, yang berfungsi sebagai regulator dalam inisiasi pertumbuahan dan perkembangan buah, untuk menghasilkan auksin di ovari. Mekanisme tersebut menyebabkan buah memiliki kadar auksin yang cukup untuk kelangsungan pertumbuahn dan perkembangannya, meski tanpa adanya biji.
Tipe Fakultif adalah partenokarpi alami yang terjadi karena pengaruh lingkungan, contohnya Lewis pada tahun 1942 berhasil mendapatkan buah pir tanpa biji dengan cara memaparkan bunga pir padasuhu rendah selama 3-19 jam. Chocran pada tahun 1936 dapat meningkatkan pembentukan buah partenokarpi pada capsicum dengan memaparkan tanaman yang sedang berbunga pada suhu 10°-16° C. Osbone and went pada tahun 1953 menyatakan bahwa pembentukan buah partenokarpi pada tanaman tomat dapat diinduksi dengan suhu rendah dan intensitas cahaya yang tinggi (Seub Shin et al, 2007).
Partenokarpi buatan dapat diinduksi melalui aplikasi zat pengatur tumbuh, seperti auksin dan giberelin. Zat pengatur tumbuh sintesis yang umum digunakan untuk menginduksi pembentukan buah partenokarpi adalah 2- napthelene acetic acid (NAA ), 3-Indole butyric acid (IBA), 2,4,5,T 2,4,5 trichloropenoxy acetic acid (2,4,5 T) dan dichloropenoxy acetic acid (2,4 D). Senyawa- senyawa tersebut telah umum di gunakan pada tanaman tomat, strawberry, blackberry, apricot, anggur, peach,cerry,apel dan jeruk (Ho and Hewitt, 1986).

Menurut Gunawan (1995), pemberian auksin oksigen dapat menggantikan polinasi dan fertilisasi pada proses pembentukan dan perkembangan buah pada beberapa spesies tanaman. Partenokarpi juga dapat dilakukan dengan memanipulasi jumlah ploidi pada tanaman. Hal tersebut dapat ditempuh dengan persilangan biasa. Kihara berhasil menyilangkan tanaman semangka diploid (induk jantan) dan tetraploid (induk betina) menghasilkan tanaman hibrid (T1) triploid yang buahnya tanpa biji.
Metode terbaru yang dicoba dan dikembangkan untuk menghasilkan partenocarpi buatan melalui rekayasa genetik. Pembentukan buah partenokarpi melalui tehnik rekayasa genetik dapat ditempuh melelui dua pendekatan. Pendekatan pertama dilakukan dengan cara menghambat perkembangan embrio atau biji tanpa mempengaruhi prtumbuahn buah, sedangakan pendekatan kedua dengan mengekspresikan fitohormon pada bagian ovari atau ovul untuk memacu perkembangan buah partenokarpi (Li et al, 1996).
Cara pendekatan utama ditempuh melalui penggunaan gen yang bersifat merusak sel (sitotoksik), misalnya kombinasi gen iaaM dan iaaH dari bakteri Argobacterium tumefaciens. Gen tersebut menghasilkan senyawa toksik terhadap sel-sel embrio atau biji. Cara pendekatan kedua dalam menghasilkan partenokarpi adalah melalui pengekspresian senyawa fitohormon IAA atau analognya pada bakal. Cara tersebut didasari oleh pengetahuan bahwa aplikasi fitohormon sejenis auksin atau giberelin dapat menggantikanperan biji dalam merangsang pembentukan dan perkembangan buah (Betty dan Donowati, 2007).
1.        Gen pertenokarpi DefH9-iaaM
Retino dkk telah berhasil mengembangkan suatu metode baru agar tanaman mampu menghasilkan buah tanpa melalui tahap fertilisasi sehingga akan terbentuk buah tanpa biji. Metode tersebut dilakukan dengan menginsersikan gen partenokarpi DefH9-iaaM ke dalam genom tanaman. Gen DefH9-iaaM terdiri  atas dua sekuen gen yang spesifik. Sekuen pertama yaitu gen iaaM , berukuran 600 pb dan diisolasi dari bakteri Pseudomonas syringae dan savatanoi. Gen iaaM menghasilkan auksin dalam jaringan tanaman. Sekuen kedua ialah daerah promoter DefH9 (deficiens homologue 9) yang diisolasi dari Antirrinum majus dan berukuran 1.350pb (Seub Shin, 2007).
Gen partenokarpi DefH9-iaaM menyendi enzim indolatesamida monooksigenase yang mengkorversi triptofan menjadi indolasetamida (prekusor auksinIAA) yang di ekspresikan pada ovul dan plasenta. Akibat ekspresi gen tersebut maka terbentuk buah partenokarpi tanpa melalui polinasi dan fertilisasi. Bagian regulator DefH9 ( promotor) dapat mengontrol ekspresi iaaM (pengkode IAA) hanya padabagian plasenta dan ovul. Ekspresi IAApada bagian plasenta memastikan bahwa partenocarpi terjadi sebelum polinasi, sedangkan pada ovul ditujukan untuk mengganti peran biji dalam memacu pertumbuhan buah (Gunawan, 1995).

DAFTAR PUSTAKA

Betty, Widiastuti dan Donowati, Tjokrokusumo. 2007. “Peranan Beberapa Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Tanaman pada Kultur In Vitro”. Jurnal Sains Dan Teknologi Indonesia. Vol. 3 No. 5 Agustus 2001, halaman 55-63.
Gunawan, L. W. 1995. Teknik Kultur Infitro dalam Holtikultura. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ho, L. C and Hewitt J, D. 1986. Fruit Development. Chapman and Hall Ltd.
London.
Iriawati. 2012. Struktur Perkembangan Buah. ITB. Bandung.
Isnandi, J. 1983. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Kamarani. 1986. Fisiologi Pasca Panen. UGM Press. Yogyakarta.
Li, D. W., Qio, J. W., Ouyang, P. I., Yao, Q. X., Dawei, L.D., Jiwen, Q., Ping, O., Qingxiao, Y. 1996. “ High Frequencies of Fertilization and Embrio Formation in Hexaploid Wheat X Tripsacum Dactiloides Crosses”. Theor Appl Genet [online], 92 (1996): 1103-1107.
Mignoli, Francesco., Mariotti, Loremo., Lombardi, Lara., Fidoz, Maria L., Ceccarelli, Nelo., Picciarelli, Piero. 2012. “Tomato Fruit Development in Deoxin-Resistan DGT Mutan is Induced By Polination But No By Auxin Treatment”. Journal of Plant Physiology [online], 69 (2012): 1165-1172.
Seub Shin, Young., Grice So, Deux., Hwan, Kim Jwoo. 2007. “ Influence of Polination Method on Fruit Development and Sugar Content of Oriental Melon”. Scientia Horticulturae [online], 112 (2007): 388-392.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LAPORAN PEMBUATAN DAN PENGENCERAN LARUTAN

V. Data & Hasil Pengamatan ·          100 ml larutan NaCl 0.58 gr Pada proses pembuatan larutan NaOH , dengan men a mba h kan a...