Selasa, 07 Oktober 2025

MAKALAH REPRODUKSI PERKEMBANGAN HEWAN

 SUBDOMINANT HIERARCHICAL OVARIAN FOLLICLES ARE NEEDED FOR STEROIDOGENESIS AND OVULATION IN LAYING HENS (GALLUS DOMESTICUS) Subdominant Hierarchical Ovarian Follicles Diperlukan Untuk Steroidogenesis Dan Ovulasi Pada Ayam Petelur (Gallus Domesticus)

MAKALAH REPRODUKSI PERKEMBANGAN HEWAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Reproduksi Perkembangan Hewan

Dosen pengampu: Astuti Kusumorini, M.Si.


Description: uin sgd.jpg


Oleh:

Novia Rahmawati 

(1157020056)



JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

BANDUNG

2017

KATA PENGANTAR


Bismillahirahmanirahim


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala nikmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Biomedis mengenai “Subdominant Hierarchical Ovarian Follicles Diperlukan Untuk Steroidogenesis Dan Ovulasi Pada Ayam Petelur (Gallus Domesticus)” ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah menjadi tauladan bagi kita semua.

Selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak dan kami hanya dapat mengucapkan terimakasih atas bimbingan dan pengarahannya. Kami berharap semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada kami mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran kami butuhkan agar dapat membuat makalah menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah yang sederhana ini mampu memberi manfaat bagi para mahasiswa, pelajar, khususnya kami dan semua yang membaca makalah kami ini, dan mudah-mudahan dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Terima kasih.




Bandung, November 2017




Penulis







DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 4

1.2 Rumusan masalah 5

1.3 Tujuan 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Glukosa Darah 6

2.2 Kandungan Kulit Buah Manggis 7

2.3 Proses Uji Ekstrak Kulit Buah Manggis Terhadap Kadar Glukosa Darah......8 

2.4 Hasil Uji Ekstrak Kulit Buah Manggis Terhadap Kadar Glukosa Darah…..10

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan 14

DAFTAR PUSTAKA 21











BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Salah satu ciri-ciri makhluk hidup adalah berkembang biak. Berkembang biak merupakan proses pembaruan keturunan pada makhluk hidup untuk mempertahankan jenisnya agar tidak punah. Reproduksi adalah suatu proses biologis di mana individu organisme baru diproduksi. Reproduksi pada hewan terdiri dari dua jenis yaitu reproduksi aseksual dan reproduksi seksual. Reproduksi aseksual adalah proses terjadinya individu baru yang semua gennya berasal dari satu induk tanpa peleburan telur dan sperma. Sedangkan reproduksi seksual adalah proses terjadinya individu baru melalui peleburan gamet jantan dan betina untuk membentuk zigot. Peleburan gamet sperma dan ovum disebut dengan fertilisasi. fertilisasi terbagi menjadi dua macam yaitu fertilisasi eksternal dan fertilisasi internal.

Unggas merupakan salah satu jenis hewan yang banyak diternak oleh manusia. Unggas berkembang biak dengan cara bertelur. Dalam bereproduksi, unggas dengan cara bertelur sehingga pada unggas ini memilki organ reproduksi yang berbeda dengan mamalia. Kelompok unggas merupakan hewan ovipar. Sehingga tidak memiliki alat kelamin luar. Walaupun demikian, fertilisasi tetap terjadi di dalam tubuh. Hal ini dilakukan  dengan cara saling menempelkan kloaka.Pada unggas organ reproduksi jantan berupa testes, epididimis dan ductus deferens,  sedangkan pada betina terdiri dari satu ovarium dan satu oviduct. 

Dalam bereproduksi unggas, folikel pada ovarium ungags akan mengalami perkembangan ditandai dengan proses pengaturan Folikel hirarkis yang mengeluarkan hormone  progesterone dengan menginduksi lonjakan hormon LH, karena proses tersebut akibatnya kapasitas dalam memproduksi steroid lainnya menurun seiring perkembangan follikel Hirarkis. Oleh karena itu dalam pembuatan makalah bersumber dari jurnal mengenai Sub Follikel Hirarkis Ovarium pada Unggas ayam untuk mengevaluasi tindakan komplementer folikel subdominal (F4-F6) pada ovulasi dan steroidogenesis folikel preovulasi (F1-F3) pada ayam petelur rumahan.

1.2 Rumusan masalah

  1. Bagaimana Sistem Reproduksi pada Ayam?

  2. Bagaimana Peran Follikel Subdomminant pada ayam petelur?

  3. Bagaimana bahan dan metode yang digunakan?

  4. Bagaimana Hasil penelitiannya?

1.3 Tujuan

  1. Untuk memahami sistem reproduksi pada ayam

  2. Untuk mengetahui peran dan proses folikel subdominant hirarkis ovarium pada ayam

  3. Untuk mengetahui bahan dan metode yang digunakan dalam jurnal penelitian

  4. Untuk mengetahui bagaimana hasil subdominant follikel hirarkis ovarium pada ayam petelur.
























BAB II

PEMBAHASAN

  1.  Sistem Reproduksi Ayam

    1. Reproduksi Ayam Betina

  1. Ovarium

Ovarium pada unggas dinamakan folikel.Bentuk ovarium seperti buah anggur dan terletak pada rongga perut berdekatan dengan ginjal kiri dan bergantung pada ligamentum meso-ovarium. Besar ovarium pada saat ayam menetas 0.3 g kemudian mencapai panjang 1.5 cm pada ayam betina umur 12 minggu dan mempunyai berat 60 g pada tiga minggu sebelum dewasa kelamin (Yuwanta, 2004). Ovarium ayam betina biasanya terdiri dari 5-6 folikel yang sedang berkembang, berwarna kuning besar (yolk) dan sejumlah besar folikel putih kecil yang menunjukkan sebagai kuning telur yang belum dewasa (Suprijatna2005).

  1. Infundibulum

Infundibulum terdiri atas corong atau fibria dengan panjang ± 9 cm yangberfungsi menerima folikel yolk yang telah diovulasikan. Bagian kalasiferousmerupakan tempat terbentuknya kalaza. Dalam keadaan normal infundibulumtidak aktif, dan aktif ketika folikel yolk diovulasikan (Suprijatna2005). Panjang infundibulum adalah 9 cm dan fungsi utama infundibulum hanya menangkap ovum yang masak.Bagian ini sangat tipis dan mensekresikan sumber protein yang mengelilingi membrane vitelina.Kuning telur berada pada bagian ini berkisar 15-30 menit. Perbatasan antara infundibulum dan magnum dinamakan sarang spermatozoa yang merupakan  terminal akhir dari lalu lintas spermatozoa sebelum terjadi pembuahan (Yuwanta2004).

  1. Oviduct

Oviduk merupakan sebuah pipa yang panjang dimana yolk lewat dan bagian telur lainnya disekresikan. Dinding oviduct selanjutnya tersusun aatas musculus dan epithelium yang bersifat glandulair, yang member sekresi yang kelak membungkus telur, yakni albumen sebagai putih telur, membrane tipis di sebelah luar albumen dan cangkok yang berbahan zat kapur yang dibuat oleh kelenjar disebelah caudal(Jasin1984). Oviduk pada ayam yang belum dewasa berukuran kecildan meningkat saat memasuki periode produktif. Ukuran oviduk mengalami perubahan sejalan dengan aktivitas reproduksi (Suprijatna2005). Ukuran oviduk bervariasi tergantung pada tingkat daur reproduksi setiapspesies unggas. Perubahan ukuran dipengaruhi oleh tingkat hormon gonadotropinyang disekresikan oleh pituitari anterior serta produksi hormon estrogen dariovarium. Oviduk pada ayam dibagi dalam 5 bagian yaituinfundibulum, magnum, isthmus, uterus dan vagina (Hartanto2010).

  1. Magnum

Magnum merupakan bagian yang terpanjang dari oviduk (33 cm).Magnum tersusun dari galndula tubuler yang sangat sensible.Sintesis dan sekresi putih telur terjadi di sini.Mukosa dari magnum tersusun dari sel gobelet.Sel gobelet mensekresikan putih telur kental dan cair. Kuning telur berada di magnum untuk dibungkus dengan putih telur selama 3.5 jam (Yuwanta2004).

  1. Isthmus

Panjang isthmus dipengaruhi oleh hormon somatotropin dan hormon tiroksin yang dihasilkan oleh pituitary anterior. Yuanta (1999) menyatakan bahwa panjang isthmus adalah 10 cm dan telur dan telur berada di bagian ini berkisar 1 jam sampai 15 menit sampai 1,5 jam. Hasil rerata ini juga sesuai dengan pendapat Nalbandov (1990)yang menyatakan bahwa panjang isthmus pada ayam yaitu 10,6 cm. Isthmus mensekresikan membrane atau selaput telur. Bagian depan yang berdekatan dengaan magnum berwarna putih, sedangkan 4 cm terakhir dari isthmus mengandung banyak pembuluh darah sehingga memberikan warna merah

  1. Uterus

Uterus disebut juga sebagai glandula kerabang telur. Badan uterus terlihat lebih kecil dari keadaan sebenarnya. Seperti hal nya organ internal yang menyerupai tabung, dinding uterin dan suatu lapis membrane mucosa, lapis otot polos intermediet dan lapis serosa bagian luar. Uterus memiliki panjang kira-kira 12 cm. Uterus berfungsi sebagai penghasil albumin telur, membentuk kulit telur dan pigmen telur.

  1. Vagina

Vagina adalah organ kelamin betina denga struktur muskuler yang terletak di dalam rongga pelvis dorsal dan vesika uniraria dan berfungsi sabagi alat kopulatoris dan sebagi tempat berlalu bagi fetus. Vagian memiliki kesanggupan berkembang cukup besarPerkembangan panjang vagina dipengaruhi oleh hormon estrogen yang dihasilkan oleh ovarium. Yuanta (1999) menyatakan bahwa panjang vagina adalah 10 cm, telur melewati vagina begitu cepat yaitu sekitar tiga menit, kemudian dikeluarkan (Oviposition) dan 30 menit setelah peneluran akan kembali terjadi ovulasi. Menurut Sidadolog (2001), panjang vagina pada ayam adalah 6,9 cm Bagian ini hampir tidak ada sekresi di dalam pembentukan telur, kecuali pembentukan kutikula. Telur melewati vagina dengan cepat, yaitu sekitar 3 menit, kemudian di keluarkan (oviposition) dan 30 menit setelah peneluran akan kembali terjadi ovulasi.

  1. Kloaka

Kloaka merupakan muara dari tiga saluaran yaitu saluran pencernaan, ekskresi dan reproduksi. Kloaka merupakan bagian ujung luar dari oviduck tempat dikeluarkannya telur.  Total waktu yang diperlukan untuk pembetukan sebutir telur adalah 25-26 jam.  Proses pengeluaran telur ini diatur oleh hormone oksitosin dari pituitaria bagian belakang (pituitaria pars posterior).


  1.  Sistem Reproduksi Ayam Jantan

Reproduksi ungags jantan terdiri dari sepasang testis (T), epididimis (Ep), duktus deferens (D.d.) dan organ kopulasi pada kloaka (Cl), 

  1. Testis

Testis berjumlah sepasang terletak pada bagian atas di abdominal kearah punggung pada bagian anterior akhir dari ginjal dan berwarna kuning terang.Pada unggas testis tidak seperti hewan lainnya yang terletak di dalam skrotum Fungsi testis menghasilkan hormon kelamin jantan disebut androgen dan sel gamet jantan disebut sperma.         

  1. Epididimis

Epididimis berjumlah sepasang dan terletak pada bagian sebelah dorsal testis.Berfungsi sebagai jalannya cairan sperma ke arah kaudal menuju ductus deferens.

  1. Duktus Differens

Jumlahnya sepasang, pada ayam jantan muda kelihatan lurus dan pada ayam jantan tua tampak berkelok-kelok.Letak ke arah kaudal, menyilang ureter dan bermuara pada kloaka sebelah lateral urodeum


  1. Organ Kopulasi

Pada unggas duktus deferens berakhir pada suatu lubang papila kecil yang terletak pada dinding dorsal kloaka.Papila kecil ini merupakan rudimeter dari organ kopulasi

  1.  Subdominant Follikel Hirarkis Ovarium Ayam petelur

Pada ayam petelur, folikel ovarium terbesar yaitu folikel hierarkis (F1-F7), memiliki ukuran antara diameter 9 dan 35 mm (Gilbert et al., 1983; Johnson, 1996). Selanjutnya pada pola steroidogenik pada folikel ovarium yang matang sudah diketahui (Bahr et al., 1983; Porter et al., 1989). Oestradiol disekresikan oleh lapisan theca bagian luar, dan koneksinya paling tinggi pada folikel yolky kuning yang lebih kecil dan semakin menurun ke nilai rendah pada folikel preovulasi folikel dewasa (Armstrong, 1984; Porter et al., 1989). Testosteron terutama dilepaskan oleh lapisan theca dalam folikel yolky kuning dan paling rendah pada folikel folikel F1 F1 (Porter et al., 1989; Hernández-Vértiz et al., 1993). Progesteron diproduksi oleh lapisan granulosa, dengan konsentrasi terendah pada folikel yolky kuning lebih kecil dan tertinggi pada folikel F1 dan F2 (Tilly et al., 1991; Yu et al., 1992).

Hormon steroid yang diproduksi oleh indung telur terkait dengan proses ovulasi pada ayam domestik, karena ovulasi didahului oleh lonjakan progesteron dan LH secara simultan (Johnson, 1990; Williams dan Sharp, 1978; Johnson dan van Tienhoven, 1980), dengan positif umpan balik antara kedua hormon (Etches and Cunningham, 1976; Imai dan Nalbandov, 1978; Johnson et al., 1985), di mana proksimal menginduksi puncak LH dengan merangsang pelepasan GnRH-I (Sterling et al., 1984; Sharp et al., 1989; Fraser dan Sharp, 1978). Selain itu, sebelum lonjakan progesteron dan LH, pelepasan estennadiol preovulasi terjadi lebih dulu (Johnson dan van Tienhoven, 1980; Etches dan Cheng, 1981), dan selanjutnya didahului dengan peningkatan testosteron yang baik (Williams and Sharp, 1978; Robinson dan Etches, 1986; Robinson et al., 1988).

Oestradiol "menentukan" hipotalamus dan meningkatkan stimulasi progesteron pelepasan LH (Wilson dan Sharp, 1976; Etches, 1990), sementara testosteron memainkan peran utama dalam proses ovulasi, karena imunitas testosteron atau penggunaan blok antagonis testosteron spesifik ovulasi pada ayam betina tanpa mempengaruhi perkembangan folikel dan menghambat pertumbuhan preovulasi dari progesteron dan LH (Rangel et al., 2005, 2006). Selain itu, tes pada konsentrasi fisiologis atau konsentrasi yang lebih besar, bahkan dengan tidak adanya LH, merangsang produksi progesteron sel granulosa di preovulatory dan tiga folikel terbesar di burung puyuh Jepang (Sasanami dan Mori, 1999) dan ayam betina (Rangel et al., 2006). Selanjutnya, testosteron meningkatkan ekspresi mRNA reseptor FeAR, P450scc, dan LH pada sel granulosa yang dibiakkan secara in vitro (Rangel et al., 2009).

Tidak seperti pada mamalia, di mana folikel preovulasi menghasilkan semua steroid yang dibutuhkan untuk ovulasi, pada spesies burung estradiol dan produksi testosteron lebih rendah pada folikel yang lebih besar (Johnson, 1990), walaupun dibutuhkan untuk proses ovulasi (Wilson dan Sharp, 1976; Etch, 1990; Rangel et al., 2005, 2006). Oleh karena itu, untuk memperjelas apakah folikel bersifat komplementer, penelitian saat ini ditentukan jika folikel hierarkis besar (28-35 mm, F1-F3) memerlukan sekresi folikel folikel subdominant (10-25 mm, F4-F6) sampai memicu steroidogenesis dan ovulasi folikel terbesar pada petelur petelur. Dua penelitian yang berbeda telah dilakukan. Pada awalnya, berhipotesis bahwa penghapusan folikel hirarkis subdominant, tidak ada kontribusi endokrin (E2 dan T) mereka, mencegah ovulasi dan lonjakan preovulasi dari proksone dan LH. 

Dalam studi kedua, hipotesisnya yaitu bahwa pengangkatan folikel hirarkis subdominant mempengaruhi produksi progesteron folikel yang lebih besar dengan ekspresi mRNA yang menurun dari stoidogenic akut regulatory pro- tein (StAR), enzim pembentuk rantai rantai P450 kolesterol (P450scc) dan 3-beta -hydroxysteroid dehydrogenase (3þ- HSD); dan sekresi testosteron dengan pengurangan ekspresi mRNA 17-alfa-hidroksilase (17a-OH). Selanjutnya, penggantian testosteron, estradiol atau keduanya dapat mengembalikan ekspresi gen oleh sel granulosa dan theca

  1.   Bahan dan Metode

  1. Hewan

Komite Etika dan Kesejahteraan Hewan dari Dokter Hewan Medicina Veterinaria y Zootecnia, UNAM menyetujui prosedur hewani. Ayam bertelur Hy-line (Gallus domesicus) di tengah siklus peletakan pertama mereka (40 minggu) digunakan untuk kedua penelitian tersebut. Hewan ditempatkan di kandang individu di bawah lampu 16 h: jadwal gelap 8 jam dan memiliki akses gratis ke air minum dan makanan. Peletakan dicatat setiap hari untuk memperkirakan waktu ovulasi, dengan asumsi bahwa ovulasi terjadi 15-60 menit setelah ovoposisi (Etches, 1996).

  1. Prosedur Operasi

Hewan diberi anestesi dengan halotan (Pollock et al., 2005) pada 4% untuk induksi dan 3% untuk perawatan. Folikel ovarium diangkat melalui celiotomi lateral kiri setelah retraksi lateral dan ventral dari provenan triculus (Bennett dan Harrison, 1994). Semua ayam betina (termasuk kontrol) berpuasa selama 6 jam sebelum operasi terjadwal pertama, dan makanan diberikan lagi sampai operasi terakhir selesai (total 14 jam puasa).

  1. Studi Pertama (Evaluasi Komplementaritas Produksi Steroid Antara Folikel Hirarkis Pada Ayam Petelur)

Ayam dibagi secara 4 kelompok :

  1. kelompok kontrol (C, n = 6), ayam tanpa operasi; (b) kelompok yang dioperasikan dengan hati-hati (SO, n = 7) disusui dan diberi laparotomi eksplorasi, selama penghitungan dan manipulasi folikel ovarium dilakukan untuk mensimulasikan waktu yang dibutuhkan dan manipulasi yang dilakukan pada kelompok ooforektomis; (c) kelompok folikel hirarkis besar (LHF, n = 6) ayam di mana tiga folikel terbesar (F1-F3) tetap ada dan folikel F4-F6 dikeluarkan; dan (d) kelompok folikel hierarkis subdominant (SHF, n = 8) ayam dengan folikel F4-F6 terbesar dan eksisi folikel F1-F3.

  2. Setelah pengangkatan folikel, hewan dapat diimulasikan dalam pembuluh darah radial untuk pengambilan sampel darah sesuai dengan metode kami yang sebelumnya dijelaskan (Rangel et al., 2005). Semua operasi dilakukan 14 jam sebelum perkiraan waktu ovulasi. Sampel darah diambil pada interval 2 jam, dimulai 12 jam sebelum perkiraan waktu peletakan dan selesai 2 jam setelah ovoposisi. Sampel diambil menggunakan tabung vakum 3 mL yang mengandung sodium heparin. Plasma dipisahkan dengan sentrifugasi pada 1500 rpm, dan sel darah disebarkan dalam 2,5 mL larutan fisiologis salin steril dengan 0,5 mg / mL gentamicine (Bruluart, Tultitlan, Meksiko) dan disimpan pada suhu 4 ◦C, sampai dikembalikan ke ayam segera setelah sampel darah berikut diambil. Kateter dipatenkan dengan larutan pembersih 0,5 mL yang mengandung 50 UI / mL heparin (PISA, Guadalajara, Meksiko).

  1. Tes Hormonal

Konsentrasi progesteron dan testosteron ditentukan oleh radioimmunoassay (Coat-a-Count, Diagropostics Products Corporation, Los Angeles, CA, USA). Sensitivitas uji ini masing-masing 0,05 ng dan 0,06 ng untuk testosteron dan progesteron; koefisien variasi intra-assay bervariasi 5,1% dan 6,54%. Oestradiol diukur dengan ELISA (International Immuno-Diagnostics, CA. USA), dengan sensitivitas uji 5,98 pg dan koefisien intra-assay variasi 6,21%. LH diukur dengan RIA pada 60% sampel seperti yang dijelaskan sebelumnya oleh Sharp et al. (1987) dengan sensitivitas uji 0,036 ng / mL dan koefisien intra-assay variasi 7,6%. Semua sampel diukur dalam satu tes untuk setiap hormon.

  1. Studi kedua: evaluasi eksisi folikular F4-F6 dan perlakuan testosteron eksogen atau estradiol pada enzim steroidogenik dan ekspresi mRNA protein Stad

Ayam secara acak ditugaskan ke salah satu dari tiga kelompok : (a) folikel hirarkis besar (LHF, n = 20) ayam di mana tiga folikel terbesar (F1-F3) tetap bertahan sampai pembantaian (8 jam sebelum perkiraan berikutnya ovoposisi) dan folikel F4-F6 dikeluarkan saat operasi (14 jam sebelum ovulasi berikutnya diperkirakan); (b) folikel yang belum matang (C-14, n = 23), ayam betina dimana folikel F1-F3 diekstraksi dengan pembedahan 14 jam sebelum ovulasi berikutnya diharapkan, dan digunakan untuk membandingkan efek waktu pada ekspresi mRNA; dan (c) kontrol (C-8, n = 3) ayam yang disembelih 8 jam sebelum ovoposisi berikutnya diharapkan, untuk mengumpulkan folikel hierarkis terbesar, yang dianggap lebih matang pada titik waktu itu, karena kedekatannya dengan ovulasi proses. 

Segera setelah operasi, ayam betina dari kelompok LHF dibagi dan menerima satu dosis tunggal dari satu dari empat perlakuan steroid: (a) ayam plasebo (subkelompok P) menerima 400 μl larutan garam fisiologis (n = 3), (b) testosteron (subkelompok T) hewan menerima 600 ng protein testosteron (Sigma T1500) (n = 6), (c) estradiol (subkelompok E) dilakukan dengan 360 ng 17-þ-estradiol (Sigma E8875) (n = 6) dan (d) ayam testosteron + estradiol (subkelompok T + E) disuntik dengan testosteron dan estradiol pada dosis yang ditunjukkan di atas (n = 5), untuk mengevaluasi pengaruh penggantian steroid. Steroid dibeli dari Sigma-Aldrich (California), diencerkan dengan larutan garam fisiologis, dalam volume akhir 400 μl per hen, dan diaplikasikan dengan injeksi intramuskular. Enam jam setelah operasi, semua hewan disembelih dengan dislokasi fisik, dan folikel hirarkis yang tersisa dikumpulkan untuk menilai protein folat Stet dan ekspresi enzim steroidogenik.

  1. Isolasi mRNA dan Quantifikasi

Follicles dikumpulkan, baik setelah operasi atau setelah pembantaian, segera diproses di laboratorium. Granulosa dan sel theca diisolasi dari masing-masing F1, F2 dan F3. Kami menggunakan 10-15 mg setiap sampel untuk mengekstrak RNA total, dengan jaringan UltraClean dan Kit isolasi RNA (MoBio). Konsentrasi dan kemurnian RNA dihitung dengan menggunakan spektroskopi Ampli-Quant AQ07. Retrotranskripsi dilakukan pada 5 μg total RNA, menggunakan primer Oligo (dT) dan RT, seperti yang direkomendasikan oleh pabrikan (SuperScript First Strand Kit, Invitrogen). Protein regresi steroid akut, steroid steroid (R4), rekombinasi 3-beta-hydroxysteroid dehydrogenase (3þ-HSD), dan 17-alfa-hidroksilase (17a-OH) cDNA dihitung secara real- PCR waktu menggunakan 8,58 ng dari total cDNA dan primer yang diproduksi oleh Applied Biosystems, yang ditunjukkan pada Tabel 1. Siklus pengawetan adalah 50,8 ◦C selama 2 menit, 95,8 ◦C selama 10 menit dan kemudian 45 siklus dilakukan pada 95,8 ◦ C selama 15 detik, dan 60,8 ◦C selama 1 menit menggunakan TaqMan Universal PCR Master Mix. Jumlah mRNA StAR, P450scc, 3þ-HSD, dan 17a-OH yang dinyatakan dalam sel granuosa atau sel teka diperkirakan dari kurva cDNA standar yang disiapkan untuk setiap gen. Brie fl y, 1 μl dari setiap sampel cDNA total diambil dan diamplifikasi dalam reaksi PCR dengan menggunakan primer yang sama seperti PCR real time, pada 94 ◦C selama 5 menit dan kemudian selama 40 siklus pada 94 ◦C selama 15 s dan 60 ◦ C selama 1 menit. Produk ampli fi kasi diisolasi dengan elektroforesis dalam gel titik leleh rendah agarose 2,5% dan diidentifikasikan menggunakan transiluminator. Produk pengamplasan diekstraksi dari gel menggunakan Kit ekstraksi gel QIAquick (Qiagen), dan diberi kuadrat secara spektrofotometri. Total salinan cDNA dihitung seperti yang dijelaskan oleh Tricarico et al. (2002). Hubungan antara nilai PCR (Ct) kuantitatif dan salinan cDNA dalam 1 μg RNA ditentukan oleh analisis regresi, yang ditemukan linier. Jumlah salinan cDNA untuk sampel yang tidak diketahui dihitung dari persamaan regresi. Setiap kurva standar memiliki rentang 1 × 105-1 × 1011 eksemplar.

  1. Analisis Statistik

Persentase peletakan dievaluasi dengan uji pasti Fischer, untuk menetapkan perbedaan antar kelompok. Periode pretreatment mempertimbangkan 10 hari sebelum dan sampai hari setelah operasi, sedangkan periode pasca perawatan termasuk 5 hari dimulai pada hari ovoposisi yang diharapkan (dua hari setelah operasi). Efek akut pengobatan terhadap ovulasi dievaluasi pada hari setelah ooforektomi (hari 0), kira-kira 24 jam setelah perkiraan waktu ovulasi (Etches, 1990). Perbedaan dalam reinitiasi peletakan diestimasi dengan varians analisis satu arah Kruskal-Wallis. Efek pembedahan pada ovoposisi dan kejadian lonjakan steroid dan LH dievaluasi untuk membandingkan kelompok kontrol dan kelompok yang dioperasikan dengan sham. Terjadinya setiap lonjakan hormon dianalisis dengan Chi-square, yang menentukan lonjakan sebagai peningkatan dua deviasi standar selama konsentrasi rata-rata 4 jam sebelumnya.

Data hormonal dianalisis dengan ANOVA untuk pengukuran berulang, dengan pertimbangan perlakuan, hen bersarang dalam perlakuan, waktu dan interaksi antara waktu dan perlakuan sebagai variabel bebas. Akhirnya, pelengkap endokrin folikel dianalisis dengan Chi-square untuk mengevaluasi kemandirian dalam setiap pasang lonjakan hormon.

  1.  Hasil Penelitian

  1. Efek Ooforektomi Pada Ovoposisi

Persentase penyajian pretreatment (Gambar 3) serupa (P = 0,68) antar kelompok, dengan rata-rata 88%. Ovoposisi tidak terpengaruh oleh prosedur operasi, karena persentase peletakan 2 hari setelah operasi serupa antara kelompok C dan SO (100 vs 86, masing-masing; P = 0,82). Secara bersamaan, pada ayam di mana folikel dikeluarkan (kelompok LHF dan SHF), ovoposisi berhenti (P ​​<0,001) 2 hari setelah operasi. Selanjutnya, pada kedua kelompok ooforektektomi, ovoposisi tetap lebih rendah daripada kelompok C dan SO selama periode pasca-perawatan (P <0,001).

  1. Efek Ooforektomi Pada Lonjakan Endokrin

Frekuensi terjadinya lonjakan hormonal (Tabel 2) tidak berbeda antara ayam C dan SO (P> 0,05), ayam lebih lanjut menunjukkan lonjakan dari semua hormon yang dipelajari. Secara umum, frekuensi lonjakan estradiol serupa di antara semua kelompok (P> 0,05). Sebaliknya, kejadian hormon testosteron, progesteron dan LH secara signifikan dikurangi dengan pemindahan folikel (P <0,01). Dalam kelompok LHF, dua hewan menyajikan hormon testosteron, progesteron atau LH, bagaimanapun, jumlahnya lebih rendah daripada kelompok C dan SO, dan tidak merangsang ovulasi pada ayam.

  1. Endoktrin Komplementasi

Komplementaritas produksi hormon antara folikel hirarkis menunjukkan bahwa lonjakan testosteron, progesteron dan LH tidak tergantung pada gelombang estradiol (P> 0,05). Sebaliknya, lonjakan progesteron dan LH bergantung pada gelombang testosteron (P <0,001). Akhirnya, lonjakan LH sangat bergantung pada lonjakan proksimal (P <0,001) (Tabel 3)

  1. Studi Kedua: Evaluasi Eksisi Folikular Dan Perlakuan Testosteron Eksogen Dan Estradiol Pada Enzim Steroidogenik Dan Ekspresi Mrna Protein Stad

Stad dan semua ekspresi mRNA enzim serupa untuk folikel F1, F2 dan F3 (P> 0,05). Oleh karena itu, data dari folikel ini dikumpulkan untuk analisis. Enam jam pematangan folikel (kelompok C-14 vs C-8) menyebabkan penurunan ekspresi 3þ-HSD pada sel granulosa dan theca, sementara tidak ada efek yang diamati pada ekspresi mRNA P450scc dan StAR (Gambar 4). Ketika ooforektomi folikel hierarkis kecil dilakukan, konsentrasi granulosa cell 3þ-HSD tetap terpisah pada periode 6 jam ini (kelompok C-8 vs kelompok P). Namun, ekspresi mRNA Star dan 3þ-HSD menurun pada sel theca (Gambar 4).

Tidak ada perbedaan yang ditemukan pada ekspresi mRNA dari enzim steroidogenik atau protein StAR antara hewan yang diberi oofororomisasi dengan kelompok (T, E dan T + E) atau tanpa (kelompok P) pemberian hormon. Oleh karena itu, data dari semua kelompok perlakuan hormonal dikumpulkan, dianalisis dan didefinisikan sebagai kelompok perlakuan (TX) (Gambar 4 dan 5).

Ekspresi mRNA untuk enzim steroidogenik dan protein StAR berbeda antara sel granulosa dan theca. P450scc, StAR dan 3þ-HSD secara signifikan lebih tinggi pada granulosa dibandingkan pada sel theca (P = 0,043 untuk P450scc; P <0,001 untuk StAR dan 3þ-HSD) (Gambar 4). Enam jam maturasi folikel (kelompok C-14 vs C-8) menyebabkan penurunan ekspresi mRNA 17a-OH pada sel theca, sementara konsentrasinya tetap tidak berubah saat ooforektomi folikel hirarkis kecil dilakukan (Gambar 5) .
















BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Disimpulkan bahwa folikel prehierarchical berkontribusi pada peningkatan preovulatori estradiol. Selain itu, folikel hierarkis subdominant diperlukan untuk mendukung pengembangan folikel hirarkis yang besar. Akhirnya, kami mengusulkan bahwa, untuk produksi testosteron, pro- gesteron dan LH yang tepat, seluruh rentang folikel hirarkis harus ada di ovarium induk, dan bahwa lonjakan pre-ovulatory testosteron diperlukan untuk ovulasi
























DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, D.G., 1984. Ovarian aromatase activity in the domestic fowl (Gallus domesticus). J. Endocrinol. 100, 81–86.

Bahr, J.M., Wang, S.C., Huang, M.Y., Calvo, F.O., 1983. Steroid concentra- tions in isolated theca and granulosa layers of preovulatory follicles during the ovulatory cycle of the domestic hen. Biol. Reprod. 29, 326–334.

Bennett, R.A., Harrison, G.J., 1994. Soft tissue surgery. In: Ranson, W., Harrison, G.J., Harrison, L.R. (Eds.), Avian Medicine: Principles and Applications. , 3rd ed. Wingers Publishing, Florida, pp. 1096–1136.

Etches, R.J., 1990. The ovulatory cycle of the hen. Crit. Rev. Poult. Biol. 2, 293–313.

Etches, R.J., 1996. Reproduction in Poultry. CAB International, Cambridge, pp. 318–319.

Etches, R.J., Cheng, K.W., 1981. Changes in plasma concentrations of luteinizing hormone, progesterone, oestradiol and testosterone and in the binding of follicle stimulating hormone to the theca of follicles during the ovulation cycle of the hen (Gallus domesticus). J. Endocrinol. 91, 11–22.

Etches, R.J., Cunningham, F.J., 1976. The interrelationship between pro- gesterone and luteinizing hormone during the ovulatory cycle of the hen (Gallus domesticus). J. Endocrinol. 71, 51–58.

Fraser, H.M., Sharp, P.J., 1978. Prevention of positive feedback in the hen by antibodies to luteinizing hormone releasing hormone. J. Endocrinol. 76, 181–182.

Gilbert, A.B., Perry, M.M., Waddington, D., Hardie, M.A., 1983. Role of atre- sia in establishing the follicular hierarchy in the ovary of the domestic hen (Gallus domesticus). J. Reprod. Fertil. 69, 221–227.

Hernández-Vértiz, A., González del Pliego, M., Velázquez, P., Pedernera, M., 1993. Morphological changes in the thecal layer during the maturation of the preovulatory ovarian of the domestic fowl (Gallus domesticus). Gen. Comp. Endocr. 92, 80–87.

Hertelendy, F., Linter, F., Asem, E.K., Raab, B., 1982. Synergistic effect of gonadotropin releasing hormone on LH-stimulated progesterone pro- duction in granulosa cells of the domestic fowl (Gallus domesticus). Gen. Comp. Endocr. 48, 117–122.

Huang, E.S., Kao, K.J., Nalbandov, A.V., 1979. Synthesis of sex steroids by cellular components of chicken follicles. Biol. Reprod. 20, 454–461.

Imai, K., Nalbandov, A.V., 1978. Plasma and follicular steroid levels of lay- ing hens after the administration of gonadotropins. Biol. Reprod. 19, 779–784.

Johnson, A.L., 1996. The avian ovarian hierarchy: a balance between follicle differentiation and atresia. Poult. Avian Biol. Rev. 7, 99–110.

Johnson, A.L., 1990. Steroidogenesis and actions of steroids in the hen ovary. Crit. Rev. Poult. Biol. 2, 319–346.

Johnson, P.A., Shu-Yin, W., Brooks, C., 1993. Characterization of source and levels of plasma immunoreactive inhibin during the ovulatory cycle of the domestic hen. Biol. Reprod. 48, 262–267.

Johnson, A.L., van Tienhoven, A., 1980. Plasma concentrations of six steroids and LH during the ovulatory cycle of the hen, Gallus domes- ticus. Biol. Reprod. 23, 386–393.

Johnson, A.L., van Tienhoven, A., 1981. Hypophyseal sensitivity to hor- mones in the hen. II. Plasma concentration of LH, progesterone, and testosterone. Biol. Reprod. 25, 153–161.

Johnson, P.A., Johnson, A.L., van Tienhoven, A., 1985. Evidence for a positive feedback interaction between progesterone and luteinizing hormone in the induction of ovulation in the hen, Gallus domesticus. Gen. Comp. Endocr. 58, 478–485.

Kawashima, M., Kamiyoshi, M., Tanaka, K., 1987. Presence of estrogen receptors in the hen hypothalamus and pituitary. Endocrinology 120, 582–588.

Lagüe, P.C., van Tienhoven, A., Cunningham, F.J., 1975. Concentration of estrogens, progesterone and LH during the ovulatory cycle of the lay- ing chicken (Gallus domesticus). Biol. Reprod. 12, 590–598.

Lovell, T.M., Gladwell, R.T., Cunningham, F.J., Groome, N.P., Knight, P.G., 1998. Differential changes in inhibin a, activin  a,  and  total  a  sub- unit levels in granulosa and theca layers of developing preovulatory follicles in the chicken. Endocrinology 139, 1164–1171.

Lovell, T.M., Gladwell, R.T., Groome, N.P., Knight, P.G., 2002a. Modulatory effects of gonadotropin-induced secretion of inhibin A and proges- terone by granulosa cells from preovulatory (F1–F3) chicken follicles. Reproduction 124, 649–657.

Lovell, T.M., Gladwell, R.T., Groome, N.P., Knight, P.G., 2002b. Differential effect of activin A on basal and gonadotropins and insulin-like growth factor on the secretion of inhibin A and progesterone by granulosa cells from chicken preovulatory (F1–F3) follicles. Reproduction 123, 291–300.

Lovell, T.M., Gladwell, R.T., Groome, N.P., Knight, P.G., 2003. Ovarian follicle development in the laying hen is accompanied by divergent changes in inhibin A, inhibin B, activin A and follistatin production in granulosa and theca layer. J. Endocrinol. 177, 45–55.

Lovell, T.M., Knight, P.G., Groome, N.P., Gladwell, R.T., 2001. Changes in plasma inhibin A during sexual maturation in the female chicken and the effects of active immunization against inhibin a subunit on reproductive hormone profiles and ovarian function. Biol. Reprod. 64, 188–196.

Lovell, T.M., Vanmonfort, D., Bruggeman, V., Decuypere, E.,  Groome, N.P., Knight, P.G., Gladwell, R.T., 2000. Circulating concentrations of inhibin-related proteins during the ovulatory cycle of the domestic fowl (Gallus domesticus) and after induced cessation of egg laying. J. Reprod. Fertil. 119, 323–328.

Nakamura, T., Funabashi, M., Tanabe, Y., 1991. In vitro studies on steroido- genesis in the presence of pregnenolone as precursors by the follicular tissue of the domestic fowl (Gallusdomésticus). J. Steroid Biochem. Mol. Biol. 38, 105–110.

Nakao, N., Yasuo, S., Nishimura, A., Yamamura, T., Watanabe, T., Anraku, T., Okano, T., Fukada, Y., Sharp, P.J., Ebihara, S., Yoshimura, T., 2007. Circa- dian clock gene regulation of steroidogenic acute regulatory protein gene expression in preovulatory ovarian follicles. Endocrinology 148, 3031–3038.

Nitta, H., Osawa, Y., Bahr, J., 1991. Multiple steroidogenic cell popula- tions in the thecal layer of preovulatory follicles of the chicken ovary. Endocrinology 129, 2033–2040.

Nitta, H., Manson, J.I., Bahr, J.M., 1993. Localization of 3þ-hydroxysteroid dehydrogenase in the chicken ovarian follicle shifts from the theca layer to granulosa layer with follicular maturation. Biol. Reprod. 48, 110–116.

Oguike, M.A., Igboeli, G., Ibe, S.N., Ironkwe, M.O., 2005. Physiological and endocrinological mechanisms associated with ovulatory cycle and induced-moulting in the domestic chicken – a review. World Poult. Sci. 61, 625–632.

Pollock, C., Carpenter, J.W., Antinoff, N., 2005. Birds. In: Carpenter, J.W. (Ed.), Exotic Animal Formulary. Elsevier Saunders, Saint Louis, MO, pp. 199–212.

Porter, F.E., Hargis, B.M., Silsby, J.L., Halawani, M.E., 1989. Differential steroid production between theca interna and theca externa cells:     a three-cell model for follicular steroidogenesis in avian species. Endocrinology 125, 109–116.

Rangel, P.L., Lassala, A., Gutiérrez, C.G., 2005. Testosterone immunization blocks the ovulatory process in laying hens without affecting ovarian follicular development. Anim. Reprod. Sci. 86, 143–151.

Rangel, P.L., Rodríguez, A., Gutierrez, C.G., 2007. Testosterone directly induces progesterone production and interacts with physiological concentrations of LH to increase granulosa cell progesterone produc- tion in laying hens (Gallus domesticus). Anim. Reprod. Sci. 102, 56–65. 

Rangel, P.L., Rodríguez, A., Rojas, S., Sharp, P.J., Gutierrez, C.G., 2009. Testosterone stimulates progesterone production and STAR, P450 cholesterol side-chain cleavage and LH receptor mRNAs expression inhen (Gallus domesticus) granulosa cells. Reproduction 138, 961–969. Rangel, P.L., Sharp, P.J., Gutierrez, C.G., 2006. Testosterone antagonist (flu-tamide) blocks ovulation and preovulatory surges of progesterone, luteinizing hormone and oestradiol in laying hens. Reproduction 131, 1109–1114.

Robinson, F.E., Etches, R.J., 1986. Ovarian steroidogenesis during follicular maturation in the domestic fowl (Gallus domesticus). Biol. Reprod. 35, 1096–1105.

Robinson, F.E., Etches, R.J., Anderson-Langmuir, C.E., Burke, W.H., Cheng, K.W., Cunningham, F.J., Ishii, S., Sharp, P.J., Talbot, R.T., 1988. Steroido- genic relationships of gonadotrophins hormones in the ovary of the hen (Gallus domesticus). Gen. Comp. Endocrinol. 69, 455–466.

Sasanami, T., Mori, M., 1999. Effects of oestradiol-17þ and testosterone on progesterone production in the cultured granulosa cells of Japanese quail. Brit. Poult. Sci. 40, 536–540.

Scott, T.A., Silversides, D., Swift, M.L., 1999. Effect of feed form, formula- tion, and restriction on the performance of laying hens. Can. J. Anim. Sci. 79, 171–178.

Sechman, A., Lakota, P., Wojtysiak, D., Hrabia, A., Mika, M., Lisowski, M., Czekalski, R.J., Kapkowska, E., Bednarczyk, M., 2006. Sex steroids level in blood plasma and ovarian follicles of the chimeric chicken. J. Vet. Med. A: Physiol. Pathol. Clin. Med. 10, 501–508.

Sgavioli, S., Filardi, R.S., Praes, M.F., Domingues, C.H., Pileggi, J., Andrade, P.C., Boleli, I.C., Junqueira, O.M., 2013. Dietary fiber inclusion as an alternative to Feed Fasting to induce molting in commercial layers. Rev. Bras. Cienc. Avic. 15, 365–370.

Sharp, P.J., Dunn, I.C., Talbot, R.T., 1987. Sex differences in the LH responses to chicken LHRH-I and II in the domestic fowl. J. Endocrinol. 115, 323–331.

Sharp, P.J., Talbot, R.T., Macnamee, M.C., 1989. Evidence for the involve- ment of dopamine and 5-hydroxytryptamine in the regulation of the preovulatory release of luteinizing hormone in the domestic hen. Gen. Comp. Endocr. 76, 205–213.

Sterling, R.J., Gasc, J.M., Sharp, P.J., Tuohimaa, P., Baulieu, E.E., 1984. Absence of nuclear progesterone receptor in LH releasing hormone neurones in laying hens. J. Endocrinol. 102, R5–R7.

Tilly, J.L., Kowalski, K.I., Johnson, A.L., 1991. Cytochrome P450 side-chain cleavage (P450scc) in the hen ovary. II. P450scc messenger RNA, immunoreactive protein, and enzyme activity in developing granulosa cells. Biol. Reprod. 45, 474–967.


MAKALAH REPRODUKSI PERKEMBANGAN HEWAN

  SUBDOMINANT HIERARCHICAL OVARIAN FOLLICLES ARE NEEDED FOR STEROIDOGENESIS AND OVULATION IN LAYING HENS ( GALLUS DOMESTICUS ) Subdominant H...